Kamis, 26 Agustus 2010 By: ArtiHapsari

Kita Akan diuji Pada Sesuatu Yang Kita Cenderung Padanya

Hari itu tak terlupakan untukku. Hari dimana sebuah kejutan dan taujih hadir di kala diri sedang penat dari aktivitas. Bahagia rasanya aku dikunjungi ustadzahku dari Semarang. Beliau menyengajakan diri untuk bertemu denganku bahkan menungguku selesai menunaikan kewajiban dan amanahku di hari sabtu. Akhirnya sabtu malam kami bertemu dan beliau juga bersedia malam-malam ke villa di Cirata, padahal jauh dan sudah malam. Tapi begitulah, aku bahagia..

Jam 10 malam baru nyampe villa, semua keluarga sudah tertidur karena besok ahad jam 6
pagi harus sudah pergi dari villa, tapi ustadzahku – bu wulan – menengok ke kamarku dan mengajakku ngobrol sampai jam 1 pagi.

Itulah yang kucinta dari bu wulan. Dengan perangai bataknya, aku tau dia ingin mengatakan bahwa beliau amat menyayangiku. Beliau mendengarkan kisah dan perjalananku di kota ini. Tak sedikit nada miris kusampaikan, dan beliau memberiku banyak taujih yang membuatku tambah semangat, memang aku merindukan sosok beliau di sini, sosok yang tegas dan logis dalam menjalani realita hidup.

Ada banyak taujihnya, tapi ini mungkin satu yang indah, yaitu pesan bahwa aku harus melepaskan semua keinginanku terhadap kriteria jodoh, melepaskan semua tuntutan dan anganku yang berlebihan dan menyerahkan semuanya pada Alloh, karena kita pasti akan diuji pada apa yang kita cenderung padanya.

Misal saja, jika seorang pria mengharapkan jodoh yang datang adalah seorang istri yang tidak bekerja, maka dia akan mendapat ujian tersebut, dimana dia akhirnya kesulitan ekonomi dan akhirnya mengikhlaskan istrinya bekerja.

Atau ketika kita berharap jodoh kita adalah pria yang mapan, pengertian terhadap kondisi keluarga, bisa mencukupi kita, maka kita justru akan diuji pada apa yang menjadi kecenderungan kita.

Belum tentu pria kaya itu bisa membawa kebarokahan dalam perkawinan, belum tentu juga pria yang menjadi idaman kita dapat menjadi penenang hati kita. Tapi boleh jadi pria yang sederhana, tapi dia bisa membawa keberkahan dan panutan dalam keluarga besar kita.

Lalu apakah kita tidak boleh berangan-angan dan bercita-cita dalam memilih jodoh? Bukan tidak boleh..cita-cita dan keinginan sah-sah saja kita lantunkan dalam doa-doa kita. Tapi mendikte Alloh untuk memngabulkan setiap definisi kita justru akan menjadikan kita tersesat pada tujuan semula.

Lepaskan keinginan dan pendiktean kita pada Alloh tentang jodoh kita. Biarlah dia datang sebagaimana yang Alloh inginkan terhadap diri kita. Datang dengan sendirinya tanpa kita menuntut apapun, asalkan dia adalah pria sholeh dan tertarbiyah, maka semuanya bisa dikompromikan. Aku sepakat.

Tugas kita hanyalah mempersiapkan diri dengan ilmu, menjaga kehormatan diri sampai jodoh itu datang, dan mempersiapkan kesiapan keluarga. Itu saja, sedangkan siapa, bagaimana, kapan jodoh itu hadir, tak perlu dirisaukan, semua sudah tetulis di Lauhul Mahfudz…

Subhanalloh, pencerahan yang amat indah, maka kulepaskan semuanya…biarlah Alloh yang mendefinisikan doa ku dan orangtuaku….