Rabu, 25 Agustus 2010 By: ArtiHapsari

Hidup Tak mengenal Siaran Tunda

Setiap potongan waktu adalah momentum.Setiap penggal masa adalah kesempatan. Masing-masing punya fungsi dan karakternya. Hari Senin ini bukan hari Senin kemarin, meski namanya sama. Jumat ini bukan Jumat kemarin. Meski sama-sama Jumat.

Potongan-potongan waktu itu tak semata cukup dipahami sebagai kumpulan menit dan jam, saat kita menyelesaikan kerja, menyempatkan tidur, istirahat, berolahraga, beribadah, bercengkrama dengan keluarga, bepergian atau melakukan kegiatan lainnya. Tak cukup hanya itu. Sepotong waktu adalah momentum. Semacam pelontar, yang bisa melemparkan diri ke puncak sukses atau sebaliknya menjungkirbalikkan kita ke jurang kegagalan.

Maka momentum hidup tak saja saat orang merayakan ulang tahunnya. Atau saat datang hari raya. Atau saat usianya telah menginjak dewasa. Atau saat baru saja lulus sekolahnya, kuliahnya. Atau saat perkawinannya telah telah berusia setengah abad. Ada berjuta momentum. Jauh lebih banyak dari sekedar saat-saat datangnya musim perayaan seperti itu.

Pagi yang menyapa dalam hangatnya adalah momentum. Saat kita memulai hari baru. Adakah ini akan kita isi dengan kebajikan ataukah dengan kekerdilan? Siang yang terik adalah momentum. Saat kita mendinginkan diri melalui termin pertama ibadah siang. Ada jeda untuk mengisi ulang spirit.

Saat petang menjelang adalah momentum. Ketika kita mencoba mengakhiri penat. Bertanya kita pada jiwa, adakah hari ini kita telah berkarya.

Malam yang sunyi adalah momentum, saat kita merunduk dalam diam. Bertanya kita pada batin yang jujur, adakah hari ini telah kita lewati tangga-tangga menuju kebaikan hidup.

Begitulah, dalam kelebat lajunya yang sangat cepat, waktu dan hidup memberi kita momentum, bahkan pada detik-detiknya. Seperti kisah pengendara jalanan yang nyaris tewas, ketika ada sepotong momentum untuk menghindari kecelakaan. Maka sekian detik adalah nyawa. Setidaknya dalam hitungan manusia. Ia pun selamat. Setiap momentum punya fungsi dan fasenya sendiri. Tidak tergantikan oleh yang lain. Begitulah. Karena hidup memang tak mengenal siaran tunda. Apa yang jatahnya detik ini, berlaku pula hari ini. Tidak mungkin ditunda sampai besok. Seperti kisah pelari cepat yang hampir mendekati finish, ketika ada sepotong momentum untuk mempercepat laju larinya. Maka sekian detik adalah penentu menuju kemenangan.

Setiap detik sangat berharga. Seberapa besar harganya tergantung kita yang melewatinya. Akan berlalu begitu saja tanpa ada makna, atau kita manfaatkan untuk sebuah karya.

Setiap momentum punya fungsi dan fasenya sendiri. Tidak tergantikan oleh yang lain. Begitulah. Karena hidup memang tak mengenal siaran tunda. Apa yang jatahnya detik ini, berlaku pula hari ini. Tidak mungkin ditunda sampai besok.

Itulah sedikit inti dari buku yang sangat menggugah kesadaran kita, bahwa hidup yang sesunguhnya adalah saat ini, membuat karya adalah saat ini, beramal adalah saat ini karena memang tak ada yang bisa menjamin bahwa esok hari kita masih hidup dan menghirup nafas. Tak perlu kita menunggu ulang tahun sebagai awalan untuk menjadikannya sebagai momentum perbaikan diri. Janganlah menunggu momentum menikah terlebih dahulu untuk kita mau berhijab, karena kita takut berhijab sekarang karena takut tak dapat jodoh dan pekerjaan.

Setiap massa ada tuntutannya, bisa jadi di masa yang akan depan Alloh ingin memberikan kita amanah yang besar, tapi bagaimana mungkin jika kita tidak berbenah mulai hari ini. Perbaikan diri harus dimulai sekarang, jangan sampai kita mnyesal dengan kesi-siaan hidup kita, karena memang hidup tak mengenal siaran tunda….