Kamis, 08 November 2012 0 komentar By: ArtiHapsari

Sepasang Bidadariku...


November 2011. Aku dipaksa seorang sahabat yang jauh jauh dari Probolinggo  untuk menemaninya ikut seminar Ipho Right di Bandung. Demi kesetiakawanan, aku ikut saja meski harus cuti kerja. Awalnya belum paham acara apa, hanya ikut saja. Tapi kaget juga ternyata acara itu menyedot perhatian ratusan orang. Mereka yang disatukan oleh dunia maya berbondong-bondong datang tanpa lembaran undangan dan gembor gembor di TV. Keren. Aku mulai memahami bagaimana komunitas tweeter ini berkomunikasi, mereka saling kenal meski tanpa bertatap muka. Mengikuti jalannya acara awalnya biasa saja karena hanya sharing dengan para pakar sosmed. Di siang harinya, tibalah pada acara inti yaitu seminar 7 keajaiban rezeki yang pastinya disambut dengan antusias,siapa lagi kalo bukan pakar otak kanan, Ipho Right Santosa

Bengong pertama kali melihatnya, ternyata memang aku saja yang kuper. Ipho sudah amat terkenal terutama di dunia maya. Dia menjelaskan 7 bab keajaiban rezeki sesuai nama bukunya. Dalam bab keduanya, Ipho menjelaskan tentang peranan Sepasang Bidadari dalam percepatan rezeki. Dari situ aku tersadar rasanya aku belum membahagiakan kedua orang tuaku. Aku jarang pulang, jarang kasih sesuatu, malahan aku suka merepotkan mereka dengan minta doa jika ada hajat, minta dibikin rak buku, minta diurusin pajak STNK, dan lain sebagainya. Ah, malu saat itu. Seperti tertampar. Ipho meceritakan, dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk orang tuanya, bahkan kalo perlu sewa alpard kalo mengajak orang tua tamasya. Dari situ aku tersadar, dan bertekad akan membahagiakan orang tua. Mulailah aku merencanakan anniversary mama papa bulan Mei 2012. Aku menabung dan mulai mengkalkulasi kebutuhan. Lagu lagu favoritku saat itu berubah jadi lagu-lagu tentang ibu, seperti lagu ibu - hadad alwi dan farhan, alasan – zahra, number one – Maher zein.

Dulu Kakakku berjanji menghadiahi papa mama merayakan anniversary ke 30 di Bali, tapi karena belum ada waktu dan mama juga pasca sakit di awal 2010, jadi hadiahnya diUANGkan. Tapi ternyata papa mama masih berharap bisa merayakan anniversary di Bali.  Dan aku bermaksud mengabulkan impian mereka di anniversari ke 32 di Bali. Setelah tabungan terkumpul, aku membicarakannya pada orang tua di bulan Maret. Alahmdulillah mereka senang. Mereka pun mempersiapkan baju “the couple” warna merah meskipun akhirnya tidak bisa dipakai karena mama bertambah gemuk. Saat itu kami tidak tahu ternyata itu bukan gemuk, tapi bengkak.

Perjalan dimulai tanggal 10 Mei, aku merasa bahagia bisa membahagiakan mereka. Semua murni karena aku ingin membahagiakan mereka, tidak berhitung dengan materi yang penting mereka bahagia. Tapi ternyata di hari kedua, mama menurun kesehatannya. Aku pikir hanya sakit biasa. Sungguh.....aku tak tau itu adalah awal dari penderitaannya. Jika aku mengingatnya, sungguh aku ingin memutar waktu. Foto-foto di Bali sampai saat ini selalu membuatku menangis. Maafkan aku mama..

Sehari sepulang dari Bali, mama cek darah karena kondisinya yang melemah. Ternyata hari itu juga mama divonis gagal ginjal dan harus cuci darah. Tak kuasa merelakan, tapi apa daya keadaan mama semakin memburuk setelah banyak ikhtiar kami lakukan, dan tepatnya tanggal 26 Mei pagi, untuk pertama kalinya kami mengantarkan mama cuci darah. Ini adalah kehendak Nya. Luluh. Lantah
Mereka lah cinta kasihku. Mereka bagai matahari yang selalu bersinar dalam setiap detak jantungku. Duka mereka adalah laraku. Sakit mereka adalah perihku. Aku yakin, sepasang bidadari yang aku cintai akan kembali ceria. Jika tidak yakin pada Alloh, apa yang bisa kulakukan lagi. Kami hanya bisa menunggu keajaiban itu sambil terus ikhtiar.
 
Kutulis ini sambil mendengarkan lagu ibu (Hadad Alwi-Farhan) dengan penuh air mata. Tak bisa lagi kuungkapkan dengan kata kata bahwa aku mencintai mereka, sepasang bidadariku. Demi mereka, aku rela lelah, aku rela menolak semua pinangan laki-laki sholeh yang tak mereka setujui, aku rela menghabiskan semua gajiku untuk biaya kesehatan mama, aku rela melakukan apa saja demi mereka. Jika saja nyawa ini bisa kutukar, maka ambillah ya Alloh....bahagiakan mereka, sembuhkanlah ibu kami ya Robb.....Amin

Hari ini hari miladku, alhamdulillah banyak yang mendoakanku. Puji syukur Alloh masih memberikanku kesempatan dan waktu untuk terus berbakti pada orang tua. Jika hari ini Alloh ingin mengabulkan satu saja permintaanku...aku hanya memohon....sembuhkanlah ibuku..

Rabu, 07 November 2012 0 komentar By: ArtiHapsari

Bersyukur dalam ujian itu Indah!



Bersabar dalam ujian itu memang disyariatkan. Bahkan definisi sabar juga telah digambarkan dari cerita Rosul yang memberi nasehat kepada seorang wanita yang menangisi kematian anaknya sambil meraung raung dan merobek robek pakaiannya. Wanita tersebut tidak menggubris nasehat dari Rosululloh yang saat itu memang belum diketahuinya. Justru wanita tersebut mengahrdik Rosul dengan pernyataan pedas bahwa Rosululloh tidak pernah merasakan kehilangan seperti yang ia alami. Lalu Rosulpun pergi berlalu. Selelah itu, ada memberitahu si ibu bahwa yang baru saja memberi nasehat adalah junjungan kita nabi Muhammad, maka si ibu berlari mengejar Rosululloh dan mengatakan kepada Rosul bahwa ia bersabar. Tapi justru Rosul mengatakan bahwa Sabar itu letaknya di depan, di saat hantaman itu pertama kali datang, dan reaksi yang muncul spontan di awal. Itulah yang namanya sabar
Luar biasa Rosul memberi contoh kita tentang sabar. Beliau mengingatlan kita untuk selalu bersyukur ketika diberi ujian, dan bersabar ketika diuji Alloh. Pernyataan yang singkat tapi ternyata prakteknya amat susah. Bagi kita yang selalu membesar-besarkan masalah biasanya adalah orang yang belum terbiasa dengan makna sabar. Bahkan ada kalanya kita teriak dan mengatakan bahwa sabar ada batasannya. Kita lupa bahwa ujian yang dialami oleh para sahabat dan para nabi jauh lebih berat dari pada kita. Ada dari mereka yang kulitnya disisir dengan besi panas, ada yang orang tuanya dibunuh, dan tak sedikit yang harus melepaskan seluruh harta benda demi akidahnya. Kita juga sering lupa bahwa ada yang diberikan ujian dari Alloh jauh lebih besar dari yang Alloh berikan kepada kita, karena kita selalu melihat keadaan kita yang terpuruk, kita tidak mau melihat orang orang yang jauh lebih susah, lebih merana dan lebih menderita dari kita.
Ini disebabkan karena kita memahami hakikiat sabar pada definisi yang standar.  Sabar = Pasrah. Jadi sebenarnya bersabar dalam ujian itu adalah hal yang standar sebagai manusia yang mencari ketenangan diri. Karena bagi kita oarang orang yang meyakini surga adalah balasan tertinggi bagi orang orang yang bersabar, menyikapi ujian dengan bersyukur adalah pilihan yang membutuhkan ketaantaan dan kemurnian jiwa yang terbebas dari prasangka pertanda keimanan yang hakiki.
Ya......bersabar dalam ujian itu biasa, yang luar biasa adalah yang bersyukur ketika sedang diuji. Apakah kita bisa? Yuk belajar..
Susah...ya...memang amat susah. Bagaimana mungkin ketika kita sedang diberi ujian lantas bersyukur. Ketika diuji, kita bertahan dengan kesabaran saja susah apalagi disuruh bersyukur.
Kadang kita butuh syukur supaya kita bisa melihat setiap keadaan dengan arif, karena kita meyakini bahwa apa yang Alloh berikan kepada kita sesuai dengan kemampuan kita menjalaninya, dan amat menyadari bahwa setiap hamba yang hidup pasti diuji dengan jatah dan kisah hidupnya masing-masing.
Di tulisan inipun aku ingin menulisakan banyak hal yang membuatku layak bersyukur disaat hati ini pilu karena mama masih sakit. Syukur ini membuatku lebih lapang menerima ujian sakitnya mama karena gagal ginjal.
Sakit dengan tanpa mempunyai jaminan kesehatan atau asuransi bukanlah keadaan yang meringankan keluarga. Biaya cuci darah bisa dibilang mahal. Setiap minggunya harus siap minimal satu juta rupiah. Belum lagi herbal yang harus diminum dan keperluan rumah tangga lain yang pastinya juga besar. Tapi ALHAMDULILLAH..kami bertiga, anak anak mama sudah mapan semua, bisa dibilang, rezeki untuk membiayai mama masih bisa usahakan. Bersyukur karena bersama ujian ini, Alloh masih melapangkan rezeki untuk membiayayi mama dan papa
Beberapa pasien gagal ginjal ada yang masih berumur produktif, tak sedikit pula yang masih muda. Ada pula yang kepala rumah tangga. Jadi dalam sakitnya, mereka masih harus bekerja untuk menafkahi anak dan istri. Sungguh kasihan jika melihat mereka, karena realitasnya mereka masih harus menanggung biaya keluarga padahal sakit terus menghantui. Tapi ALHAMDULILLAH, aku bersyukur, mama sakit di saat kami semua sudah mapan. Mama tidak punya lagi tanggungan. Tugas mama menyekolahkan kami sudah tuntas. Mama tak perlu lagi benating tulang dan bingung mencari uang untuk keluarganya. Saat ini mama bisa fokus dengan proses ikhtiar kesembuhan.
Pasien cuci darah yang bersamaan jadwal dengan mama biasanya ditemani oleh pembantunya yang setia. Ibu tersebut terbilang mampu karena membayar sendiri tanpa asuransi. Katanya semua dibiayai oleh anak anaknya. Tapi mereka semua sibuk jadi tidak ada yang merawatnya. Hanya seorang pembantu setianya saja. Miris mendengarnya, karena sakit gagal ginjal bukan lah sakit ringan, kekuatan psikologis amat penting untuk menguatkan mentalnya. Tapi ALHAMDULILLAH, aku harus bersyukur masih diberikan kesempatan untuk menemani mama cuci darah dan diberi kesehatan Alloh untuk bisa pulang kampung setiap pekannya. Aku dan kakak-kakakku bukanlah orang kaya, tapi kami berusaha untuk melakukan dan memberikan yang terbaik untuk mama baik itu jiwa, raga, do, materiil semua kami usahakan yang terbaik untuk mama.
Masih banyak alasanku untuk senantiasa bersyukur dan berprasangka baik pada Alloh dalam setiap kejadian. Semua keadaan harus dipandang dari sudut pandang yang positif. Susah memang, tapi menuliskan dan mencari seribu satu alasan membuat kita lebih mudah melist daftar syukur.
So....bersyukur dalam ujian itu indah!!! Keep smile
Selasa, 06 November 2012 0 komentar By: ArtiHapsari

Mujahadah dalam Birul Walidain


Berbuat baik kepada orang tua itu bagi seorang anak ternyata indah bila kita melakukannya dengan mujahadah. Mujahadah artinya bersungguh-sungguh. Hakekatnya adalah melakukan yang terbaik dengan sepenuh jiwa raga untuk kebaikan orang tua dengan semampu kita, semampu kita dalam batas maksimal. Jika diumpamakan kita berlari mengelilingi lapangan sepak bola dengan kemampuan 10 putaran, maka yang namanya mujahadah kita yakin bahwa 10 putaran tersebut dilalui dengan penuh semangat, keyakinan penuh tanpa keluh, dan dengan waktu tercepat yang mampu kita berikan dengan sungguh-sungguh.
Barangkali itu yang bisa kulakukan saat ini. Itu istilah yang kupinjam untuk menterjemahkan birulwalidain kepada ortu, tepatnya setelah mama divonis gagal ginjal sekitar bulan Mei lalu. Dulu sebelum mama sakit, aku jarang sekali pulang, paling hanya menelepon. Kesibukan mengajar ngaji di tiap week end dan kesibukanku yang lain menjadi alibiku jarang pulang, meski tetep keep contac dengan orang tua. Setiap kali kutelpon pasti yang kutanya adalah kesehatan papa mama. Mungkin karena tak ingin anak-anaknya cemas, mama menyembunyikan rasa sakitnya.
Bukan penyesalan karena sibuk mengajar ngaji tentunya bagiku, karena hakekat orang beriman adalah melakukan yang terbaik untuk Alloh, hanya saja sikap tawazunku kepada orang tua yang kurang, maka Alloh menegurku. Bahkan sampai saat ini semua yang kucurahkan kepada orang tua masih belum cukup sungguh amat kurang dibandingkan pengorbanan, tetesan keringat, peluh mereka membesarkan kami. Dan sampai kapanpun, yang kita lakukan kepada orang tua bahkan seluruh jiwa raga,  sampai jungkir balik sekalipun, takkan mampu menebus semua yang orang tua berikan untuk kita.
Setiap week end perjalananku Bandung-Tegal sudah seperti perjalanan biasa, dan jarak bukan menjadi penghalang untuk memberi yang terbaik untuk orang tua meskipun imbasnya, setiap hari aktiv selapas kantor, aku harus tidur selepas isya untuk mencharge tubuh. Tidak boleh ada kelelahan yang terlihat di hadapan mereka, dan alhamdulillah Alloh senantiasa menjaga tubuhku tetap sehat. Lalu bagaimana biaya yang harus dikeluarkan? Aku yakin rezeki untuk membiayai pengobatan mama yang tak bisa dibilang murah selalu aku dan kakak-kakakku usahakan. Meski pernah di ATM hanya tinggal 53 ribu rupiah dan tak bisa lagi diambil, bergetar saat itu, tapi bagiku, harta jiwa pun tak bisa ditukar dengan syukurku diberi kesempatan berbirul walidain pada mama. Kami yakin Alloh akan iba pada kami, dan suatu saat akan memberi kesembuhan kepada ibu kami.
Yang selalu kudoakan dalam setiap nafas adalah kesembuhan mama. Aku yakin akan ada keajaiban, akan ada pertolongan Alloh. Alloh tidak pernah tidur, dan selalu melihat kesungguhan kami berbakti. Ya Alloh, lindungilah ibu kami, kuatkanlah imannya, kuatkanlah semangatnya dan kabulkanlah hajatnya. Berikanlah kesembuhan dan jalan keluar bagi kesembuhannya, limpahilah kami dengan rezeki yang halal untuk membiayai  pengobatan ibu kami.
Ya Alloh, Engkaulah penggenggam kehidupan. Engkaulah Maha Penyembuh. Engkaulah Maha Pengasih dan Penyayang,...Ijinkan kami berbakti kepada kedua orang tua kami, sehingga jika suatu saat Engkau menjrmput mereka, kami ingin mengantarkan mereka dengan senyum..senyum bahagia karena mereka berdua telah melakukan yang terbaik untuk kami dan telah berhasil menjadikan kami anak anak yang sholeh dan sayang kepada mereka. Ijinkan kami menuntaskan kewajiban kamI sebagai seorang anak dengan mendoakan mereka dan merawat mereka. Sembuhkanlah ibu kami ya ALLOH..

Hidup itu HARUS Mendewasakan


Membaca pesan dari seorang guru tentang makna kehidupan membuatku kembali menilik ke dalam hati tentang makna kuat. Dalam pesannya, beliau menceriatakan tentang seorang anak yang mengeluhkan suaminya yang ternyata malas, tidak peka, dan sebagainya yang dibeberkan secara gambalang dari seorang anak perempuan kepada ibunya dan berharap iba. Tapi apa yang dilakukan ibunya justru membuat si anak merengut karena reaksi ibunya tidak seperti yang diharapkan. Ia berharap ibunya akan berpihak kepadanya dan akan menasehati suaminya. Tapi ternyata tidak, si Ibu justru menuju ke dapur dengan tetap diikuti si anak yang masih terus mengeluhkan suaminya. Anaknya semakin bingung ketika ibunya justru mengambil tiga buah gelas dan masing masing diisi air panas dari termos. Bukan cuma itu, si Ibu juga mengambil irisan wortel, telor dan kopi yang masing masing dimasukkan ke dalam gelas berisi air panas. Tak lupa ibu menutup gelas tersebut beberap saat dengan tetap mendengarkan keluhan si anak. Setelah beberapa waktu, si ibu mulai berbicara dan akhirnya si anak diam tercengang karena apa yang dibicarakan ibu tidak nyambung. Si anak membicarakan suaminya, justru ibunya membicarakan isi dalam gelas
Perlahan si ibu membuka gelas tersebut dan mengambil wortel. Ibu mertanya kepada anaknya “Jadi apa wortel ini”. Si anak menjawab “jadi lembek” sambil menusuk nusuk wortel dengan ujung kuku.
Si ibu kemudian mengambil telor dalam air panas dan bertanya kepada anaknya”Kalo kulit telor ini jadi apa, nak?”. Masih bingung anaknya menjawab “kulitnya jadi keras, bu”, sambil mengetuk ngetuk kulit telor dengan ujung jari.
Pada kali ketiganya sebelum ibunya bertanya si anak segera berkata “kopinya harum bu”. Si ibu menjawab “ betul sekali, harum sekali kopinya nak”
Kemudian si ibu bertanya kepada anaknya untuk apa kiranya ibu bertanya tentang tiga hal tersebut, si anak menggeleng, lalu ibunya menceritakan makna dibalik maksudnya. Bahwa sesungguhnya hidup itu ibarat air panas di dalam gelas, Setiap orang mendapatkan jatah hidup dengan kisahnya masing –masing seperti halnya air panas dalam gelas tersebut, lalu yang dimasukkan ke dalam gelas adalah ibarat keadaan,kehidupan, ujian yang sering kali menghampiri.
Jika dalam kehidupan, setiap ada ujian kita lemah, bersedih, frustasi dan putus asa, maka kita tak ubahnya seperti wortel dalam air panas. Lembek dan lemah.
Jika ujian yang menghampiri kita justru menjadikan kita jauh dari Alloh, dinasehati susah, tidak mau berdamai dengan kehidupan, maka itu ibarat mengerasnya hati laksana mengerasnya kulit telor.
Tapi jika kita mau belajar dari kegagalan, kita bisa memuka celah kebaikan dalam setiap ujian, bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian, bisa berdamai dengan kehidupan, semakin tenang dan arif dalam bersikap, dan dewasa dalam bertindak maka kita seperti kopi dalam air panas. Kopi yang dituang justru memberi warna dalam air, seperti juga kita dalam setiap ujian yang menghampiri justru membuat kita semakin dewasa, semakin memaknai hidup, semakin mewarnai hidup dan bisa membawa keadaan yang tadinya murung, tidak mungkin , tidak ada jalan keluar, menjadi keadaan yang positif dalam cara pandang.
Dalam akhir pesan, Alloh memberi kita pilihan dalam hidup, kita mau menjadi manusia yang lembek, yang semakin keras atau yang semakin dewasa? Jika kita mau lembek atau keras..maka bukan rahmat yang datang, melainkan petaka. Kita semakin lemah dan semakin keras dalam hidup. Namun jika pilihan kita adalah bersikap dewasa dalam hidup, maka pilihan tersebut adalah pilihan terbaik, pilihan yang paling tepat, dan memang seharusnya kita menjadi manusia yang semakin dewasa dalam hidup.
Tapi apa itu mudah? Pastinya tidak. Lara yang kita alami, duka yang tidak tau kapan berakhir, pertolongan Alloh yang entah kapan akan datang, kadang membuat kita surut ke belakang, melemahkan asa. Tapi sungguh bagi kita yang yakin akan pertolongan Alloh, pasti akan selalu meyakini bahwa semua akan indah pada waktunya. Kapan waktunya? Hanya Alloh yang paling mengerti kapan dan bagaimana jalan keluar itu akan datang. Bahkan mungkin kesabaran kita lah yang menjadi jalan turunnya pertoloangan Alloh.
Membaca pesan itu dari seorang guru mengingatkanku tentang makna kuat. Menjadi pribadi yang kuat, tegar, kokoh ternyata memang membutuhkan kekuatan untuk menaklukan ego dan asa dalam diri bahwa kita berhak menjadi kopi yang  harum. Biarlah Alloh yang membuka tabir jalan keluar terhadap semua hajat dan kesulitan hidup kita. Toh pada akhirnya kita akan menyadari bahwa Allohlah yang memberikan ujian itu pada kita, dan Alloh pulalah yang memberi jalan keluar atas ujian itu. Karena memang sebenarnya tidak ada pilihan lain selain kita dewasa bersama hidup, karena hidup harus semakin mendewasakan kita supaya kita memahami makna kebermaknaan dalam hidup, bukan seperti layaknya anak kecil yang selalu minta dimengerti.