Fenomena permasalahan dakwah
semakin banyak seiring dengan semakin kompleksnya manuver dakwah yang dilakukan
oleh jamaah tarbiyah ini. Masuknya jamaah menuju mihwar dauli mengharuskan
seluruh lini anggota jamaah sampai tataran grassroot melakukan banyak amal amal
dakwah. Fitnah yang menerpa jamaah ini dengan isu common enemynya juga mau
tidak mau mengharuskan para qiyadah senantiasa memberikan tabayun kepada
seluruh anggota jamaah. Sungguh pekerjaan jamaah ini sungguh amat complicated.
Semakin banyaknya tuntutan dakwah
maka semakin besar pula kerja yang harus dilakukan. Maka seyogyanya para jundi diharapkan
tsiqoh terhadap seluruh keputusan para qiyadah karena pekerjaan semakin banyak.
Jika setiap keputusan qiyadah harus senantiasa ditabayunkan, maka kebijakan di tataran qiyadah akan semakin
lambat . Oleh karena itu, seyogyanya hubungan yang dibina oleh qiyadah dengan
jundi adalah berbasis ketsiqohan. Jundi tsiqoh kepada setiap keputusan qiyadah,
dan qiyadah harus amanah sehingga bisa ditsiqohi jundi. Indah bukan? Dan itu
dapat terjadi jika di dalam hubungan keduanya terhimpun nilai nilai ukhuwah
Tapi fenomena sekarang, banyak
kader yang mundur teratur, terutama di kota kota besar . Jumlah rekruitmen
ditargetkan senantiasa bertambah, namun jika ditotal ternyata tidak mengalami
pertambahan jumlah kuantitatif. Jika setiap bulan ada tambahan nama nama yang
direkruit, seharusnya jumlahnya bertambah. Lalu kemana yang sudah terekrut?
Bisa jadi fenomena banyaknya kader yang inshilah merupakan akibat dari
ketidaktsiqohan kader kepada qiyadah akibat lunturnya nilai ukhuwah yang ujung
ujungnya kecewa dan mundur. Hal ini mau tidak mau mengharuskan para qiyadah kembali
menatap ke bawah untuk mengevaluasi perjalanan dakwah yang sedang meroket.
Yah...mau tidak mau dan ini bisa menghambat perjalanan dan cita cita.
Mungkin sekedar sapaan kepada jundinya,
atau juga pertemuan yang berkualitas dan penuh sayang bisa menjadi pengobat
rindu dan kecewa para jundi. Mungkin hal itulah yang diperlukan para jundi,
sebuah sentuhan hati dan sapaan hangat dari para qiyadahnya laksana seorang
anak yang menginginkan dan merindukan sapaan hangat orang tuanya, bukan sekedar
pertemuan pertemuan rutinitas saja.
Ya...sapaan hangat. Ya...itulah
yang dibutuhkan para jundi yang mengalami kekecewaan. Karena kekecewaan itu
pada dasarnya muncul karena hadirnya dzon yang cenderung mengeraskan hati. Pertemuan
pertemuan rutin hanya seperti rutinitas tanpa ruh. Hadirnya jundi dalam
pertemuan pekanan hanya penggugur kewajiban. Baginya, lq itu hanyalah sebuah
kewajiban bukan kebutuhan dan kerinduan
Tugas, amanah, taklimat setiap
pekan disuapkan kepada para jundi ternyata menjadi beban. Target, laporan,
tuntutan juga tak jarang hanya pelimpahan tugas yang diberikan dengan perasaan datar seakan tak mau
peduli berapa besar masalah pribadi yang dihadapi. Pekerjaan demi pekerjaan
yang sering memberikan efek lelah pada para jundi hanya dinilai sebagai sebuah
upaya taqwim, namun jarang dibarengi dengan hadirnya perasaan cinta. Maka tak
sedikit jundi yang merasa kelelahan fisik dan mental, yang pada akhirnya
berujung kekecewaan. Baik itu kekecewaan terhadap sistem maupun kepada
personal. Jika dilihat dan disimak maka ada sebuah konotasi yang tepat dalam
proses pembinaan seperti itu yaitu pembinaan untuk membentuk robot robot jamaah
yang selalu siap kapanpun dan dimanapun berada untuk menghadiri taklimat, untuk
mencoblos pilihan dalam pemilu, untuk mengajar agama dan tanpa kenal lelah
tanpa ada sentuhan rasa. Ya..seperti robot, tanpa ruh.
Sekali lagi, Dai itu bukan robot.
Robot yang dapat diperintah untuk melaksanakan amanah tanpa sentuhan taklif. Yang
diminta beramal tanpa diimbangi dengan takaful didalamnya.
Agenda agenda tarbawi bukanlah
agenda tanpa makna, yang hanya dilaksanakan seperti melaksanakan jadwal kerja
rutin tanpa evaluasi kualitas. Rihlah bukan hanya sekedar perjalanan d iluar
pengajian rutin di ruangan tanpa khatirat. Taakhi bukan hanya sekedar
pertukaran kartu nama semata tanpa tukar rasa. Tapi semuanya harus bersatu dan
bermuara untuk mencari keridoan Alloh dengan cinta dan ukhuwah di dalamnya
sehingga dalam keadaan berat sekalipun, seorang ikhwah tidak akan pernah
mengalami stagnansi, kesendirian, kekecewaan apalagi kemunduran. Mungkin doa
doa kita amat kurang kepada para qiyadah, mungkin pula iman dan sholat sholat
kita yang kurang beratsar, mungkin pula ini ujian keistiqomahan dari Alloh.
Maka patutlah kita intropeksi
diri, apakah kita termasuk robot tersebut ataukah kita termasuk qiyadah yang
menciptakan robot robot jamaah?