Kamis, 04 Oktober 2012 1 komentar By: ArtiHapsari

Robot-Robot Jama`ah (Sebuah refleksi perjalanan dakwah)



Fenomena permasalahan dakwah semakin banyak seiring dengan semakin kompleksnya manuver dakwah yang dilakukan oleh jamaah tarbiyah ini. Masuknya jamaah menuju mihwar dauli mengharuskan seluruh lini anggota jamaah sampai tataran grassroot melakukan banyak amal amal dakwah. Fitnah yang menerpa jamaah ini dengan isu common enemynya juga mau tidak mau mengharuskan para qiyadah senantiasa memberikan tabayun kepada seluruh anggota jamaah. Sungguh pekerjaan jamaah ini sungguh amat complicated.

Semakin banyaknya tuntutan dakwah maka semakin besar pula kerja yang harus dilakukan. Maka seyogyanya para jundi diharapkan tsiqoh terhadap seluruh keputusan para qiyadah karena pekerjaan semakin banyak. Jika setiap keputusan qiyadah harus senantiasa ditabayunkan, maka  kebijakan di tataran qiyadah akan semakin lambat . Oleh karena itu, seyogyanya hubungan yang dibina oleh qiyadah dengan jundi adalah berbasis ketsiqohan. Jundi tsiqoh kepada setiap keputusan qiyadah, dan qiyadah harus amanah sehingga bisa ditsiqohi jundi. Indah bukan? Dan itu dapat terjadi jika di dalam hubungan keduanya terhimpun nilai nilai ukhuwah

Tapi fenomena sekarang, banyak kader yang mundur teratur, terutama di kota kota besar . Jumlah rekruitmen ditargetkan senantiasa bertambah, namun jika ditotal ternyata tidak mengalami pertambahan jumlah kuantitatif. Jika setiap bulan ada tambahan nama nama yang direkruit, seharusnya jumlahnya bertambah. Lalu kemana yang sudah terekrut? Bisa jadi fenomena banyaknya kader yang inshilah merupakan akibat dari ketidaktsiqohan kader kepada qiyadah akibat lunturnya nilai ukhuwah yang ujung ujungnya kecewa dan mundur. Hal ini mau tidak mau mengharuskan para qiyadah kembali menatap ke bawah untuk mengevaluasi perjalanan dakwah yang sedang meroket. Yah...mau tidak mau dan ini bisa menghambat perjalanan dan cita cita.

Mungkin sekedar sapaan kepada jundinya, atau juga pertemuan yang berkualitas dan penuh sayang bisa menjadi pengobat rindu dan kecewa para jundi. Mungkin hal itulah yang diperlukan para jundi, sebuah sentuhan hati dan sapaan hangat dari para qiyadahnya laksana seorang anak yang menginginkan dan merindukan sapaan hangat orang tuanya, bukan sekedar pertemuan pertemuan rutinitas saja.

Ya...sapaan hangat. Ya...itulah yang dibutuhkan para jundi yang mengalami kekecewaan. Karena kekecewaan itu pada dasarnya muncul karena hadirnya dzon yang cenderung mengeraskan hati. Pertemuan pertemuan rutin hanya seperti rutinitas tanpa ruh. Hadirnya jundi dalam pertemuan pekanan hanya penggugur kewajiban. Baginya, lq itu hanyalah sebuah kewajiban bukan kebutuhan dan kerinduan

Tugas, amanah, taklimat setiap pekan disuapkan kepada para jundi ternyata menjadi beban. Target, laporan, tuntutan juga tak jarang hanya pelimpahan tugas yang  diberikan dengan perasaan datar seakan tak mau peduli berapa besar masalah pribadi yang dihadapi. Pekerjaan demi pekerjaan yang sering memberikan efek lelah pada para jundi hanya dinilai sebagai sebuah upaya taqwim, namun jarang dibarengi dengan hadirnya perasaan cinta. Maka tak sedikit jundi yang merasa kelelahan fisik dan mental, yang pada akhirnya berujung kekecewaan. Baik itu kekecewaan terhadap sistem maupun kepada personal. Jika dilihat dan disimak maka ada sebuah konotasi yang tepat dalam proses pembinaan seperti itu yaitu pembinaan untuk membentuk robot robot jamaah yang selalu siap kapanpun dan dimanapun berada untuk menghadiri taklimat, untuk mencoblos pilihan dalam pemilu, untuk mengajar agama dan tanpa kenal lelah tanpa ada sentuhan rasa. Ya..seperti robot, tanpa ruh.

Sekali lagi, Dai itu bukan robot. Robot yang dapat diperintah untuk melaksanakan amanah tanpa sentuhan taklif. Yang diminta beramal tanpa diimbangi dengan takaful didalamnya. 

Agenda agenda tarbawi bukanlah agenda tanpa makna, yang hanya dilaksanakan seperti melaksanakan jadwal kerja rutin tanpa evaluasi kualitas. Rihlah bukan hanya sekedar perjalanan d iluar pengajian rutin di ruangan tanpa khatirat. Taakhi bukan hanya sekedar pertukaran kartu nama semata tanpa tukar rasa. Tapi semuanya harus bersatu dan bermuara untuk mencari keridoan Alloh dengan cinta dan ukhuwah di dalamnya sehingga dalam keadaan berat sekalipun, seorang ikhwah tidak akan pernah mengalami stagnansi, kesendirian, kekecewaan apalagi kemunduran. Mungkin doa doa kita amat kurang kepada para qiyadah, mungkin pula iman dan sholat sholat kita yang kurang beratsar, mungkin pula ini ujian keistiqomahan dari Alloh.

Maka patutlah kita intropeksi diri, apakah kita termasuk robot tersebut ataukah kita termasuk qiyadah yang menciptakan robot robot jamaah?

Ketika Kencing Menjadi Barang Mahal

Di hampir setiap toilet umum yang ada di tempat umum seperti stasiun dan terminal biasanya mengenakan tarif kencing Rp.1.000,-. Sepertinya hal tersebut sudah lazim di masyarakat kita meskipun fasilitas yang disediakan sangat tidak hygene. Menahan nafas dan menutup mata jika memasuki toilet biasanya menjadi rukun wajib para pengguna toilet umum. Tapi bagaimana lagi, panggilan alam harus dituruti, jika tidak maka kita yang tersiksa. Tapi tak sedikit pula dari kita yang lebih suka menahan kencing daripada harus pingsan di kamar mandi karena tidak kuat baunya. Atau ada pula sebagian dari kita yang dibela belain tidak makan minum selama di perjalanan supaya tidak kencing. Ah.....persoalan kencing ini sungguh menyiksa kita terutama yang dalam perjalanan

Tapi ada hal lucu yang sering menjadi perbincangan masyarakat materialistis jaman sekarang tentang kencing, kita pasti familiar dengan kalimat  “Tak ada yang gratis di dunia ini, kencing aja bayar”. Kalimat ini terdengar menegaskan bahwa hidup sekarang itu tidak ada yang gratis, bahkan kencing pun kita harus mengeluarkan Rp.1.000,-. Kedengan lucu, tapi miris.

Karena memang benar, jaman sekarang tidak sedikit di antara kita yang harus mengeluarkan uang banyak untuk buang air kecil. Ibu saya adalah salah satunya. Bliau adalah pasien gagal ginjal yang melakukan cuci darah karena tidak bisa kencing untuk membuang racun. Racun itu menumpuk di dalam tubuh sehingga harus dibuang dengan tindakan cuci darah.

Sekali cuci darah sedikitnya Rp.700.000,- dikeluarkan untuk membuang racun tubuh. Yah...harga yang amat mahal untuk hal yang sering kita lupakan disaat kita sehat. Ada yang seminggu dua kali, ada yang seminggu sekali atau lebih jarang lagi tergantung tingkat sakit ginjalnya. Selama ginjal masih belum normal, maka cuci darah adalah kebutuhan seperti halnya kita yang sehat butuh kencing.

Jadi...buat kita semua yang belum bersyukur dengan nikmat sehat dan nikmatnya kencing tanpa sakit, maka renungilah cerita ini. Bersyukurlah atas nikmat sehat yang Alloh karuniakan kepada kita. Jagalah ginjal kita dengan minum air putih yang banyak, hindari minuman suplemen atau yang berpengawet, banyaklah makan makanan yang menyehatkan ginjal kita, supaya sehat dan bisa kencing. Jangan menahan kencing, bahkan jika kita masuk toilet umum, lebih baik kita belajar mencium bau tak sedap dari pada kita menumpuk bibit penyakit dengan menahan kencing.

Jikalaupun kita harus membayar Rp.1.000,-, maka bersholawatlah dan ucapkanlah hamdallah, karena walaupun kita harus membayar, jumlah itu jauh lebih murah daripada kita harus menjadi pasien gagal ginjal yang harus membayar mahal setiap kali kita harus buang air.