Rabu, 20 Oktober 2010 3 komentar By: ArtiHapsari

Bergegaslah, karena Kebenaran itu tidak Membutuhkan Perdebatan yang Rumit

Mengintip sejenak kehidupan di kota metropolitan Jakarta. Waktu bagi mereka teramat berharga, bahkan jarak dan waktu bisa mereka hitung untung ruginya., karena mereka adalah orang yang selalu terdesak oleh waktu. Berjalan selalu tergesa, berbicara sering irit bahkan cenderung saling mengacuhkan. Mereka keluar dari rumah setelah subuh untuk menghindari macet, dan pulang kerja sering tak sempat sholat maghrib karena tidak bisa menghindari macet. Mereka selalu bergegas. Bergegas dengan waktu

Mereka harus berlomba dengan waktu, sedikit saja terlewatkan, sesungguhnya mereka telah kehilangan kesempatan. Orang-orang yang hidup dengan semangat dan filosofi bergegas sangat memahami bahwa kesempatan amatlah penting, mereka harus begegas dan selalu berharap kesempatan tak pernah hilang. Sebab hidup adalah perjuangan dan perebutan. Siapa terlambat, tidak akan dapat. Mereka selau menyambut setiap kesempatan dengan filosofi bergegas.


Dalam islam, kita mengenal istilah “Ruhul Istijabah”(ruh bersegera dalam menyambut kebaikan), yaitu responsifitas dan bergegas pada awal waktu, merespon pada panggilan pertama. Seperti apresiasi Isalam pada orang yang pertama–tama masuk Islam. Orang-orang yang beriman lebih dahulu di masa Rasul tidaklah sama dengan mereka yang beriman belakangan, karena pengorbanan mereka lebih besar dan lebih payah, di saat orang lain masih berpikir-pikir dan menunda-nunda.

Alloh menggambarkan mereka-mereka yang bergegas menyambut seruan kebaikan, senantiasa membuktikan sambutan itu dalam amal-amal yang segera. “ …..meraka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang yang segera memperolehnya” (Q.S Al mu`min 57-61). Mereka yang bersegera adalah orang-orang yang bersegera dalam taat pada Alloh dengan harapan mendapatkan derajat yang tinggi di sisiNya. Mereka bersegera mengerjakan ketaatan-ketaatan di awal waktu dengan bergegas. Setiap kali tampak kesempatan berbuat kebajikan, maka seketika itu pula ia bergegas mengerjakannya. Ia berani memilih jalan kebenaran, bergegas menjemput panggilanNya, karena ia yakin bahwa kebenaran itu tidak membutuhkan perdebatan yang rumit.

Seperti halnya para wanita pada zaman Rasul. Ketika turun perintah berhijab, maka para wanita langsung berlarian ke rumah menarik kain korden atau apa saja yang dapat digunakan untuk menutup aurat. Mereka tidak bertanya kenapa untuk apa? Karena mereka yakin itu perintah Alloh. Seperti layaknya wanita zaman sekarang juga seperti itu, mereka bersegera berhijab memakai pakaian takwa seketika ketika keasadarn akan kewajiban itu hadir. Dia tidak berfikir bagaimana hidupnya, pekerjaannya, jodohnya serta kesiapan-kesiapan lain yang sebenarnya hanyalah alibi untuk menunda-nunda. Dia tidak memberi ruang dialog pada batinnya untuk berfikir karena ia yakin itu perintah Tuhannya. Ia tidak ingin menghibur diri atas kelambanannya. Dia berani untuk bersegera dengan panggilan kebaikan.

Atau seperti seorang muslim yang telah menunpuk pengetahuan keislamannya, mengetahui syariat islam, tapi tak segera kunjung nyata amal dan karyanya. Ia hanya cenderung pada pencarian ilmu dan materi, sangat baik tapi ilmu dan keluasan wawasannya sangat sedikit yang menetes. Ia tak sadar bahwa ilmunya tak bermanfaat karena ia suka tawar menawar.

Masih banyak orang-orang yang suka menimbang, berfikir dan menawar pilihan hidup yang semestinya diambil dengan segera. Bergegas pada ketaatan adalah bergegas menuju Alloh. Dia bersegera menuju TuhanNya karena ia yakin akan hadir kemudahan dari Alloh ketika kita senantiasa mengambil filosfi bergegas pada ketaatan.

Bila pagi datang, jangan tunggu sore dan bila sore datang, jangan tunggu pagi.. Bersegeralah… sambutlah seruan Tuahanmu…
Senin, 18 Oktober 2010 1 komentar By: ArtiHapsari

Perjalanan Doa Menuju Langit

Ketika kita terhimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan, sesungguhnya yang dapat membuat kita bertahan adalah harapan kita. Dan sebaliknya, yang akan membuat kita kalah atau bahkan mematikan daya dan energi hidup kita adalah saat dimana kita kehilangan harapan. Maka, ketika kita berdoa kepada Alloh, sesungguhnya kita sedang mendekati sumber kekuatan dan apa yang segera terbangun dalam jiwa kita adalah HARAPAN. Harapan itulah yang kelak akan membangunkan KEMAUAN yang tertidur dalam diri kita. Jika kemauan kita menguat menjadi sebuah TEKAD, maka itulah saatnya kita melihat gelombang tenaga jiwa yang dahsyat. Gelombang yang akan memberi kita daya dan energi kehidupan serta menggerakan segenap raga untuk bertindak. Dan apa yang kita butuhkan saat itu hanyalah mempertemukan kehendak kita dan Alloh melalui doa dan tawakkal.

Kita bisa menelaah kisah nabi Yunus AS ketika ia tertelan dan terhimpit dalam perut ikan paus. Ia mengira bahwa dengan lari dari kesempitan hidup maka dapat menghindari kesempitan itu sendiri. Tapi ternyata tidak, justru ia tetap harus menemui kesempitan dalam kesempitan yang lain yaitu tertelan ikan.
Dari manakah ia mengharapkan cahaya hanya sekedar untuk menerangi gelap? Dari manakah ia dapat menemukan kembali harapan hidupnya? Sesungguhnya gelap, kesedihan, kegundahan dan keputusasaan di dalam jiwanya jauh lebih gelap dari gelap yang menyelimutinya. Maka iapun sadar, doalah yang dapat menghadirkan pertolongan Alloh dan doa itulah yang kita kenal sekarang : Laaillaahailla anta subhanaka inni kuntu minadzdzoolimiiinn (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah hamba yang suka berbuat dzolim)

Doa merupakan kata-kata yang baik. Ketika kita mengucapkannya, sesungguhnya kita telah melepaskannya dari mulut kita agar ia berjalan menuju langit. Maka penyangga doa menuju langit adalah amal sholeh kita. Rosul mengajarkan kita untuk senantiasa mengiringi doa dengan amal sholeh seperti bersodaqoh dan amal kebaikan yang lain.

Tiap kata dalam doa adalah surat dari sang jiwa kepada Robbnya. Sebagaimana sebuah pesan, ketika kita berharap surat tersebut sampai pada Alloh,maka kita harus menulisnya di saat jiwa benar-benar dalam keadaan sujud pada Alloh dengan penuh kepasrahan dan optimis. Rosul pun berderai air mata dan merengek kepada Alloh dalam kepasrahan jiwa ketika meminta kemenangan dalam perang Badar. Maka jiwa yang pasrah merupakan washilah penyangga doa kita menuju langit.

Selain jiwa yang sujud, raga kita juga harus turut menyertainya sebagai ekspresi ketundukan. Apa yang dilakukan oleh jiwa saat ia sujud dan berpasrah, maka ia harus diekspresikan dalam wacana raga. Rasulullah menganjurkan kita untuk bersuci sebelum berdoa, menghadap kiblat saat berdoa, menengadahkan tangan dan santun dalam berdoa. Itulah ekspresi raga dalam mensupport jiwa menjadi penyangga doa.

Yakin dan optimislah bahwa setiap lantunan doa kita berjalan menuju langit dan selalu sampai padaNya. Dan yakinlah bahwa Alloh mengetahui apa yang terbaik untuk kita dibanding kita sendiri. Maka setelah kita berdoa, kita serahkan eksekusinya pada Sang Pembuat Kehidupan, tidak perlu mendikte Alloh apa-apa saja yang seharusnya diberikan Alloh pada kita. Yakinlah bahwa perjalanan doa kita akan diijabah DENGAN CARANYA….
Selasa, 05 Oktober 2010 0 komentar By: ArtiHapsari

HIPERTROFIKASI WADUK CIRATA

Salah satu permasalahan lingkungan yang terjadi pada Waduk Cirata adalah proses penyuburan perairan pada tahap yang paling akut atau biasa disebut hipertrofikasi. Hipertrofikasi merupakan pengkayaan unsur hara tumbuhan dalam ekosistem perairan pada tahap yang paling tinggi pencemarannya disebabkan terutama oleh senyawa fosfat, nitrogen dan organik. Apabila senyawa tersebut yang berasal dari kegiatan pertanian, aktivitas domestik dan industri masuk ke dalam Waduk Cirata secara kontinyu, maka dapat mempercepat hipertrofikasi di waduk Cirata.

Hipertrofikasi yang dialami oleh Waduk Cirata didasarkan pada dua indikasi utama yaitu struktur komunitas fitoplankton dan variasi kejenuhan (saturasi) kandungan oksigen di permukaan air. Berdasarkan hasil penelitian pada triwulan 2 tahun 2010, secara kuantitatif jumlah jenis plankton secara keseluruhan adalah sebanyak 40 jenis, yang terdiri dari 21 jenis fitoplankton dan 19 jenis zooplankton dengan rata-rata indeks keanekaragaman plankton sebesar 0,58. Tetapi secara kualitatif (struktur komunitas), kelimpahan plankton dapat dikatakan buruk sebab kelimpahan fitoplankton didominasi oleh golongan Cyanophyta, dimana pertumbuhan massal Cyanophyta merupakan indikasi terjadinya hipertrofikasi kultural suatu perairan.
Penyebab Hipertrofikasi Waduk Cirata

Parameter penyebab hipertrofikasi waduk Cirata adalah sebagai berikut:
1. Unsur Hara (Nitrogen)
Unsur hara merupakan senyawa nitrogen yang berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang telah mati akibat dekomposisi protein dan polipeptida yang terdapat pada semua makhluk hidup. Sumber unsur hara yang lain adalah sumber antropogenik (akibat aktivitas manusia), yaitu unsur organik yang berasal dari limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, kegiatan perikanan, dan limbah domestik. Proses terjadinya pengkayaan perairan waduk oleh unsur hara sejatinya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, namun proses tersebut dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk di sekitar perairan waduk.

Total Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen juga ditemukan melimpah dalam bentuk gas di atmosfer, namun tidak dapat digunakan secara langsung oleh organisme karena memerlukan energi yang besar untuk memecah ikatan rangkap tiga gas nitrogen.

Perairan waduk Cirata termasuk dalam klasifikasi hipertrofik karena kandungan total N di perairan lebih dari 6,100 mg/l. Dengan kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan waduk Cirata yang hipertrofik tersebut dapat merangsang pertumbuhan algae secara tak terkendali (blooming) dan mengakibatkan degradasi perairan.

2. Fosfat
Hipertrofikasi juga disebabkan oleh munculnya nutrien fosfat yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Pada umumnya fosfat yang berada di waduk Cirata banyak terdapat dalam bentuk fosfat organik dan anorganik. Sumber utama fosfat anorganik terutama berasal dari penggunaan deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga serta berasal dari industri pupuk pertanian. Sedangkan fosfat organik berasal dari makanan dan buangan rumah tangga. Semua fosfat mengalami proses perubahan biologis menjadi fosfat organik yang selanjutnya digunakan tanaman untuk membuat energi.

Perairan dikatakan hipertrofik jika konsentrasi Total Phosphorus (TP) dalam air berada di atas 0,386 mg/l. Kondisi total pospat di beberapa titik telah berada pada rentang hipertrofik, maka diperlukan pengendalian peningkatan posfat yang mencemari waduk Cirata supaya tidak semakin meningkat kuantitasnya.

3. Organik
Berdasarkan asalnya, limbah organik yang mencemari perairan Waduk Cirata,
dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal dari luar waduk dan dari kegiatan di badan air Waduk Cirata. Limbah yang berasal dari luar waduk Cirata berupa limbah industri, air lindi TPA Sari Mukti, limbah domestik, dan pertanian, sedangkan yang berasal dari kegiatan di badan perairan Waduk Cirata adalah sisa pakan dari kegiatan budidaya ikan dalam KJA dan aktivitas domestik masyarakat sekitar waduk Cirata. Bahan-bahan sintetik limbah organik tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya berada di badan air baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik yang berda di badan air jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, bentos dan lainnya, maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik maupun anaerobik ataupun mikroba fakultatif.

Limbah organik yang ada di badan air aerobik akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba aerobik. Semakin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerobik maka semakin besar pula kebutuhan oksigen bagi mikroba yang mendekomposisinya. Jika keperluan oksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi oksigen terlarut, maka oksigen bisa menjadi nol dan mikroba aerobpun musnah digantikan oleh mikroba anaerob dan fakultatif yang tidak memerlukan oksigen.
Sementara itu limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik atau fakultatif dan dapat dikatakan bahwa aktivitas mikroba yang hidup di bagian badan air yang anaerob, selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S dan CH4 serta senyawa lain seperti amin dan komponen fosfor. H2S dan komponen fosfor merupakan senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain termasuk manusia. H2S juga merupakan unsur utama yang menyebabkan korositvitas pada turbin pembangkit listrik.

Untuk dapat mengetahui kadar total organik, dapat dilihat dari kandungan COD dan BOD yang merupakan indeks oksigen yang dibutuhkan oleh organik dalam melakukan respirasi.
Chemical Oxigen Demad (COD) menggambarkan jumlah oksigen total yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, dengan oksidator kalium dikromat (CaCr2), baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sulit didegradasi secara biologis (non-biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 10 mg/liter. Pada perairan waduk Cirata, terlihat bahwa COD sudah melebihi 10 mg/l yang mengindikasikan bahwa perairan waduk Cirata mengandung COD yang tinggi. Tetapi peningkatan COD perlu diwaspadai sebagai akibat dari masuknya beban pencemar yang berlebihan di waduk Cirata.

Selain COD, Biologichal Oxigen Demad (BOD) juga merupakan indikator lain pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik.

Penyebab Hipertrofikasi
Setelah mengetahui parameter-parameter yang menyebabkan hipertrofikasi, maka perlu diketahui sumber-sumber penyebab hipertrofikasi pada waduk Cirata, antara lain :

1. Limbah Pertanian
Limbah pertanian Waduk Cirata berasal dari aktivitas pertanian dari tanah penduduk yang berada di pinggiran waduk, atau dari aktivitas pertanian di wilayah pasang surut pada tanah milik PT PJB. Sampah tersebut diletakkan di pinggiran waduk, sehingga ketika ada kenaikan air waduk, sampah tersebut terbawa mengotori waduk Cirata dan menjadi penyebab terjadinya hipertrofikasi.

2. Limbah Sisa Pakan KJA (Keramba Jaring Apung)
Kegiatan budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) yang
berlangsung di waduk Cirata merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan perairan waduk, sehingga berdampak langsung terhadap perairan waduk yaitu penurunan kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan KJA pada umunya berupa limbah organik berupa sisa pakan (pellet). Pakan ikan mengandung kadar unsur hara dan fosfat yang tinggi. Kurang lebih 5 % dari pakan ikan akan mengendap di perairan waduk dan hal tersebut menyebabkan terpacunya hipertrofikasi di perairan waduk. Jika satu hari ditebar 300 ton pakan ikan, maka sisa pakan yang menjadi limbah sekitar 15.000 kg setiap harinya dan ini dapat menambah beban pencemar dan hipertrofikasi di waduk Cirata.

3. Limbah Air Lindi TPA Sarimukti.
TPA Cigedig, desa Sarimukti juga merupakan penyumbang limbah organik (air lindi) ke waduk Cirata dikarenakan kurang memadainya pembuatan kolam lindi. TPA Sarimukti menampung sampah untuk daerah Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. TPA ini menghasilkan air lindi sampah yang masuk ke dalam air tanah dan air permukaan sehingga berbahaya juga bagi organisme yang hidup di darat dan mengancam kehidupan 40 ribu ton ikan di Waduk Cirata. Jarak TPA dengan Waduk Cirata yang tidak terlalu jauh menyebabkan rembesan air dari tumpukan sampah akan mengalir ke waduk karena posisi waduk lebih rendah dibanding TPA. Pada pemantaun triwulan 1 tahun 2010, stasiun Cimeta yang merupakan hilir dari TPA Sarimukti telah mengindikasikan pencemar organik yang sangat tinggi berasal dari TPA Sarimukti. Parameter tersebut antara lain kadar BOD, COD menunjukan angka yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa air lindi TPA Sarimukti merupakan salah satu pemicu hipertrofikasi waduk Cirata.

4. Limbah Domestik
Limbah domestik dapat berasal dari hulu waduk maupun dari dalam perairan Waduk Cirata. Karena hulu Waduk Cirata berasal dari sungai, maka salah satu material yang dibawa adalah limbah domestik aktivitas manusia yang terbuang ke sungai. Sedangkan limbah organik yang berasal dari dalam perairan waduk adalah sisa aktivitas domestik masyarakat yang tinggal di sekitar perairan waduk Cirata.
Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi di sekitar perairan
Waduk Cirata juga telah menyebabkan limbah sisa aktivitas domestik pada perairan waduk Cirata meningkat dan pastinya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan perairan. Hal ini akan memberikan kontribusi pada laju penambahan zat hara dan limbah organik lainnya yang masuk ke badan air.

5. Limbah industri
Industri yang berada di kota Bandung berada pada hulu sungai Citarum, terutama pada daerah di sekitar Majalaya sampai Dayeuh Kolot yang merupakan sentra industri. Sentra industri tersebut bayak yang tidak menggunakan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) dan membuangnya pada aliran sungai Citarum yang pada akhirnya menyebabkan pencemaran perairan Citarum dan waduk Cirata meningkat.
Limbah organik dari industri, baik yang dapat diuraikan secara kimiawi oleh bakteri maupun yang sukar diuraikan dapat menyebabkan pertumbuhan alga secara berlebihan. Masuknya bahan pencemar tersebut ke badan perairan dapat menambah beban limbah organik penyebab hipertrofikasi serta mengubah kondisi ekologi perairan.

Dampak Hipertrofikasi
Setelah mengetahui parameter dan sumber-sumber penyebab hipertrofikasi, maka dapat dilihat beberapa dampak hipertrofikasi di perairan waduk Cirata antara lain:

1. Penurunan Oksigen Terlarut (DO)
Salah satu dampak hipertrofikasi adalah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Hipertrofikasi ini jelaslah dapat mengganggu kehidupan organisme air yang lain yang ada di dalam waduk sehingga dampak yang lebih lanjut dan kompleks ialah dapat merusak dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan Waduk Cirata. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air yang berasal dari proses fotosintesa oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainnya, serta difusi dari udara. Tumbuhan yang mengalami proses blooming akan membutuhkan kadar oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya sehingga kadar oksigen dalam perairan itu akan berkurang. Dengan semakin banyaknya limbah organik, maka kebutuhan plankton dan mikroorganisme pengurai limbah organik untuk melakukan respirasi semakin besar dan menyebabkan suplai oksigen semakin sedikit.

2. Korosifitas Unit Pembangkit karena Meningkatnya H2S
Hipertrofikasi secara tidak langsung telah memberikan pengaruh buruk terhadap kelangsungan fungsi waduk Cirata, yang salah satunya adalah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTA), yaitu adanya proses korosi yang dipengaruhi oleh H2S. Beberapa instalasi pembangkit tenaga listrik tenaga air yang terbuat dari logam dan mudah diserang korosi adalah turbin, reaktor dan sistem pendinginan (air cooling). Apabila terjadi korosi pada instalasi ini, maka produk energi akan menurun.
Korosi adalah peristiwa memburuknya atau merusaknya logam yang terjadi ketika suatu material bereaksi dengan lingkungan atau dengan fluida yang dipindahkan atau dikandungnya. Logam struktural akan memburuk dengan adanya reaksi dengan kelembaban, gas dan polutan atmosfer, tetapi yang lebih utama dalam menyebabkan korosi adalah logam itu sendiri.

3. Penyuburan Alga
Meningkatnya unsur hara di waduk Cirata akan meningkatkan biomassa jenis organisme primer yang mengakibatkan melimpahnya alga yang biasa didominasi oleh blue green algae (alga biru-hijau) dan berkembangnya gulma air.
Jenis alga terutama ganggang hijau, sangat subur bila mendapatkan pupuk
nitrat. Tumbuhan ini dapat menutupi permukaan perairan, sehingga menghambat sinar matahari yang masuk ke dalam air. Hal ini dapat menyebabkan organisme atau tumbuhan air akan mati. Bakteri pembusuk akan menguraikan organisme yang mati, baik tanaman maupun hewan yang terdapat di dasar air. Proses pembusukan tersebut banyak menggunakan oksigen terlarut dalam air, sehingga kadar oksigen akan menurun secara drastis dan pada akhirnya kehidupan biologis di perairan waduk juga akan sangat berkurang.

Permasalahan lain dari ganggang jenis cyanobacteria (blue-green algae) yakni diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Blooming alga juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.

Hipertrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah, maka di rawa-rawa dan waduk-waduk yang telah mengalami hipertrofikasi, tepiannya tumbuh dengan subur tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.

Pengendalian Hipertrofikasi Waduk Cirata Secara Biologis : Restocking Ikan
Pengendalian secara biologis adalah pengendalian dengan menggunakan mahluk hidup secara alami, misalnya ikan sebagai sarana pengendalian. Pengendalian secara biologis berarti pengrusakan atau penghambatan terhadap suatu organisme oleh organisme lain. Cara ini menarik karena merupakan cara mempergunakan alam untuk mengendalikan alam itu sendiri. Pada prinsipnya, pengendalian pertumbuhan adalah menjadi tujuan pengendalian, yakni dikendalikannya pertumbuhan hipertrofikasi sehingga tidak sampai merugikan.
Cara yang dilakukan sebagai pengendalian secara biologis adalah dengan restocking ikan-ikan penting ke parairan waduk Cirata. Beberapa jenis ikan pemakan tumbuhan (herbivore) dapat memakan alga atau fitoplankton sehingga kandungan-kandungan pencemar penyebab hipertrofikasi dapat dikendalikan. Sebagian ikan ada yang bersifat detritivora, yaitu ikan yang memakan bahan-bahan detritus yang bersumber dari bahan-bahan organik, dan ada pula ikan-ikan yang memakan partikel-partikel halus. Manfaat lain dari penanaman ikan-ikan tersebut adalah masyarakat dapat memanennya dari waduk sebagai sumber pendapatan tambahan.

Jenis ikan yang sangat efektif untuk pengendalian hipertrofikasi adalah ikan mola, silver carp (Hypophthalmicichthys molitrix). Ikan mola berasal dari China dan masuk ke Indonesia tahun 1969 dan ikan mola merupakan jenis ikan pemakan plankton sejati (fitoplankton feeder) dan mampu memanfaatkan sekitar 72% fitoplankton yang terkandung di perairan. Jenis ikan pemakan plankton lainnya yang mempunyai nilai ekonomis penting dan efektif dalam pengendalian blooming plankton adalah ikan bandeng (Chanos chanos), ikan nila (Oreochromis niloticus), nilem (Osteochillus hasselti) dan tawes (Puntius goneonotus).

NB : Buat teman yang mau penelitian lebih lanjut, bisa hubungi saya...