Jumat, 21 Oktober 2011 0 komentar By: ArtiHapsari

Hidup itu relatif

Lucu, perbincangan dua orang mahasiswa ABG di sebuah warung makan tentang pria-pria di kelasnya, dan satu satu nama pria tak luput dari komentar, dan tak jauh jauh komentar mereka dari sisi fisikly para pria di kelasnya. Ternyata mahasiswi yang satu dan yang lainnya mempunyai standar kegantengan yang berbeda.

Begitu pula perbincangan para laki laki yang tak pernah luput dari perbincangan kecantikan para perempuan di sekitarnya. Ada yang bilang manis, cantik, menawan atau kharismatik.

Jadi...cantik atau ganteng itu relatif, setiap orang menilai dengan persepsi berbeda.

Ketika saya bekerja menjadi seorang konsultan, dengan jam kerja yang tak kenal waktu dan gaji yang tak banyak, saya merasa bahwa saya harus berusaha untuk mencari bidang pekerjaan yang rata rata orang kebanyakan. Dan saat ini alhamdulillah saya bekerja di perusahaan besar dengan standar salary yang baik dan karier yang jelas pula, maka saya merasa wajib bersyukur dengan apa yang saya peroleh. Tapi ada juga teman teman saya yang merasa bahwa gaji kami itu kecil, dibandingkan dengan perusahaan yang lebih bonafit. Yang diributkan setiap hari adalah masalah income sedikit yang tak sebanding dengan pengorbanannya kepada perusahaan.

Ada juga kisah tukang becak yang ternyata bisa menyekolahkan anak anaknya sampai perguruan tinggi bahkan dapat menabung untuk ongkos naik haji. Tak terbayang dalam benak kita, tukang becak dengan penghasilan yang minim, mempunyai kemampuan luar biasa dan menggunakan akalnya untuk menerobos alam tak biasa yang dipikirakan manusia kebanyakan.

Maka...bahagia secara materi itu relatif, setiap orang menilai dengan persepsi yang tak sama.

Orang kaya identik dengan rumah banyak dan besar, mobil mewah dan banyak jumlahnya, usaha maju, tanah dan aset di mana mana. Setiap anak mempunyai rumah dan mobil satu-satu, sampai sampai satu keluarga jarang bertemu karena ayah sibuk, ibu sibuk dan anak anak mereka menyibukkan diri dengan uang mereka bersama teman temannya.

Tapi ada di seberang jalan di pinggiran kota, terdapat keluarga kecil, ayah-ibu dengan dua anak. Motor hanya satu, ayah bekerja di perusahaan swasta biasa, ibunya seorang tukang jahit. Tapi Orang tua tersebut merasa bahagia dan berkecukupan karena telah melahirkan anak anak yang sholeh dan sholehah, hafidz al Qur`an, pintar dan membanggakan orang tua. Bagi mereka, anak anak yang sholeh adalah harta kekayaan yang tak ternilai harganya, karena mereka berharap anak anaknya lah yang mengantar orang tuanya ke surga kelak di yaumil qiyamah dan anaknya akan memakaikan mahkota dari emas oleh anak anaknya. Subhananlloh..

Teman....ternyata definisi kaya itu relatif, setiap orang mempunyai sudut pandang yang berbeda tentang makna kaya

Di kampung saya, terkenal seorang ketua RT yang sangat protokoler. Bertemu dengan beliau saja harus mengadakan janji sehari sebelumnya, jika ada yang bertamu malam untuk meminta bantuan dari pak RT, maka beliau menolak membukakan pintu. Dia lupa, bahwa jabatannya hanyalah seorang ketua RT, tapi berkuasanya seperti pejabat saja. Masyarakat pun banyak yang menyesal telah memilihnya menjadi ketua RT.

Ada juga kisah seorang CEO PLN yang sekarang menjabat menjadi menteri BUMN, beliau terkenal sebagai pribadi yang lowprofile. Beliau jalan kaki menuju kantor, memakai sepatu kets, tanpa jas dan dasi menyertai kemejanya. Beliau terkenal sebagai orang yang jarang duduk di kursi direktur, karena beliau lebih sering menyapa timnya dan merubah fragmen menakutkan seorang pimpinan dan bawahan. Semua dianggapknya sebagai rekan kerja yang saling tolong menolong. Padahal beliau adalah CEO perusahaan besar.

Jadi...definisi kekuasaan itu sangat relatif, setiap orang mempunyai persepsi berdeda

Teman, hidup itu memang relatif. Sebuah kata bijak mengingatkan bahwa di atas langit masih ada langit. Jadi posisi kita saat ini jangan pernah diukur dalam kaca mata manusia. Merasa lebih, cukup atau kurang dilihat dari kaca mata materi manusia. Relatifitas manusia dalam memandang hidup sangat mempengaruhi pola pikir dan bertindak. Jika kita merasa sudah di atas, maka kita lupa dan menjadi manusia yang angkuh. Namun jika kita merasa di bawah, terinjak,teraniaya, miskin, maka selamanya kita akan menjadi manusi ayang hina dan rendah di hadapan manusi.
Hidup itu sudah ada jatahnya masing masing. Ada yang punya jatah hidup serba enak, ada yang punya jatah hidup harus selalu diisi dengan perjuangan. Maka tak pantas orang yang diberikan kesempatan lebih banyak berjuang berkeluh kesah dan iri kepada orang orang yang hidupnya selalu enak. Justru manusia manusia “struggle” dan hebat, muncul karena perjuangan hidupnya.

Jadi, definisikan posisi hidup ini selalu relatif pada porsi kesyukuran. Orang hebat bukan berpikir apa yang dia miliki tapi apa yang dia perbuat dengan apa yang dia miliki. Manusia yang paling baik adalah yang paling banyak berkontribusi dan memeberi kepada orang lain, bukan menunggu pemberian orang lain. Orang bijak adalah orang yang berusaha memperbaiki diri setiap saatnya, bukan orang yang mengeluhkan apa yang menimpa dirinya dan mencaci takdir. Karena pada dasarnya, hidup itu hanya mencari keberkahan dari Alloh atas jatah hidup yang Alloh berikan kepada setiap hambaNya.
Kamis, 20 Oktober 2011 1 komentar By: ArtiHapsari

Sampah Kota Bandung atau Bandung Kota sampah

Jika kita menyebut kota Bandung, pasti identik dengan kota kembang, kota yang asri dan sejuk. Kota bandung adalah kota impian yang selalu ramai oleh mobil plat B di akhir pekan, karena orang orang dari Jakarta menganggap Bandung adalah Paris Van java, tempat berliburnya orang orang Jakarta.

Bisa dibilang mall di Bandung tidak pernah sepi. Objek wisata seperti lembang, kawah putih atau outlet sepanjang jalan Riau tidak pernah sepi pengunjung. Apalagi ditambah objek wisata permainan indoor terbesar di dunia yang terletak di tengah kota Bandung. Tak ayal lagi, Bandung berubah menjadi kota megapolitan di akhir pekan. Orang orang asli Bandung justru berpikir panjang jika ingin berjalan jalan di akhir pekan karena padatnya jalan dan lalu lintas, alias macet.

Dan disadari, permasalah lain muncul di tengah perkembangan kota yang katanya terkenal asri, yang katanya tempat banyak orang intelek dilahirkan karena di sana terdapat institut yang melahirkan orang orang besar Indonesia. Apalagi jika bukan masalah sampah.

Dari awal berita longsornya TPA Leuwi Gajah tahun 2006, saya sudah berpikir bahwa Bandung bukanlah kota yang asri seperti yang dibicarakan banyak orang. Saya yang menekuni bidang persampahan, sangat prihatin dengan keadaan ini, mengingat banyaknya doktor dan profesor dari Bandung yang lahir karena menggeluti sampah. Buku "persampahan kota" yang saya pelajari adalah tulisan dari profesor ahli persampahan dari institut terkenal di Bandung. Miris sekali mendengarnya, bahwa kontribusi para profesor itu masih sebatas tulisan dan retorika. Lihat dan ciumlah bau tak sedap di tikungan Jl Taman Sari dekat Kebun Binatang.Hmmmmm....

Setelah Leuwi Gajah longsor, TPA sampah dialihkan ke Sarimukti yang terletak di kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat dengan alasan darurat. Alasan tersebut terbilang sangatlah politis. Karena pihak pemerintah Jawa Barat tidak tahu lagi bagaimana membuang sampah dan permasalahannya kemana?.
Tanah yang dipergunakan adalah tanah Perhutani yang dimanfaatkan untuk tempat penampungan sampah dan pembuatan kompos adalah dari tahun 2006 sampai 2018. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, lokasi tersebut bukan untuk tempat pembuangan akhir sampah, melainkan untuk pengolahan kompos. Tapi nyatanya apa?

Sarimukti yang pada awalnya diplot sebagai TPK (tempat pembuatan kompos) temyata hanya dilengkapi dua mesin pencacah dan dua mesin pengayak dan hanya bisa mengolah 25 meter kubik sampah. Padahal, sampah yang datang setiap hari mencapai 1.500 meter kubik dengan armada truk sebanyak 150-200 buah per hari. TPA ini menghasilkan air lindi sampah yang dapat masuk ke badan air tanah dan air permukaan yang mengalir ke sungai Cimeta dan bermuara ke sungai citarum, sehingga berbahaya bagi organisme yang hidup di air dan mengancam kehidupan ribuan ton ikan di Waduk Cirata.

Pada awal pembukaan TPA Sarimukti tahun 2007, kadar bakteri E coli di Sungai Cimeta, anak Sungai Citarum, mencapai 2,4 juta sel per 100 mililiter , padahal, baku mutu E coli hanya 2.000 sel per 100 ml. Hal tersebut terjadi karena di awal pembukaan TPA tidak dibangunnya IPAL ataupun lapisan geotekstile di Sarimukti. Meskipun sekarang cenderung turun, tapi tetap di atas baku mutu.

Seharusnya, sesuai kontrak pemakaiannya, TPA Sarimukti digunakan sampai tahun 2011, tapi ternyata diperpanjang karena TPS yang baru yang merupakan TPS berteknologi untuk PLTS belum dapat diioperasikan. Etah mengapa?

Belum lagi masalah TPA yang melum beres, masyarakat di wilayah Bandung (Bandung,Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) yang cenderung konsumtif seakan akan tidak peduli dengan masalah sampah Bandung. Lihat saja setelah musim kemarau yang berkepanjangan, lalu turunlah hujan yang terbilang ekstrem, maka jalanan di hampir seluruh Bandung....Banjir!

Banjir ini terjadi karena tumpukan sampah yang menutupi drainase. Miris!. Orang seenaknya sendiri membuang sampah di jalan, di selokan, tanpa memikirkan akibat yang terjadi. Lihatlah dan ciumlah apa yang terjadi jika truk pengangkut sampah melewati jalan, bahkan setelah 200 m truk sampah itu pergi bau sampah masih tercium. Masya Alloh...

Dari cerita saya di atas yang sedikit emosional, saya ingin menggugah kesadaran semua masyarakat terutama masyarakat Bandung untuk melakukan minimize limbah, peka terhadap lingkungan, karena penyakit seperti muntaber dan lain sebagainya mungkin terjadi karena andil kita yang tak adil pada alam. Penerapan pengelolaan sampah skala rumah tangga juga sebenarnya dapat dilakukan dengan pengomposan ala takakura (skala rumah tangga) dan dapat mengurangi beban TPA

Kepada seluruh elemen masyarakat, pemerintah, mari kita menjaga kebersihan terutama dari hal yang bernama sampah, karena sampah bukan masalah sepele yang bisa terus kita abaikan. Lingkungan pun ingin diperhatikan. Alam ingin lepas dari jerat-jerat sampah. Jangan sampai Bandung ini benar-benar menjadi kota sampah. Yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran masyarakat mengenai masalah sampah.

Wallohu a`lam Bishowab


Minggu, 02 Oktober 2011 8 komentar By: ArtiHapsari

Mars Rabthul `Am


(by Suara Kebersamaan)


Cita cita kita begitu nyata

Ingin Indonesia maju sejahtera

Ingin sama berdiri di mata dunia

Punya harga diri dan penuh bangga


Busungkan dada dan tegak kepala

Dengan gelora semangat membara

Atur derap langkah agar seirama

ajaklah seluruh nusantara


Beban berat jangan pikul sendiri

Berbagi saling memberi arti

Membuka tangan dan berpegangan

Maju bersama saling menguatkan


Taburkanlah rasa kasih sayang

Agar bertambah banyak kawan

Bersatulah dalam perbedaan

Bersatu untuk raih kejayaan :k or :-k