Rabu, 27 April 2011 1 komentar By: ArtiHapsari

Wanita...Mari Berkiprah...

“Hidup itu akan indah dan berbahagia apabila dalam kegelapan kita melihat cahaya terang”


Bicara soal kiprah wanita, pasti kita tidak bisa lepas dari nama R.A Kartini. Perempuan yang aktif membela hak hak kaum wanita. Seorang wanita yang bahkan tidak pernah menamatkan jenjang sekolah formalnya, tapi dia punya sejuta tekad untuk membuat wanita Indonesia menjadi wanita yang tangguh dan cerdas. Meskipun pada kenyataan hari ini banyak wanita yang terlampau kebablasan memaknai istilah emansipasi.


Wanita kelahiran 21 April 1879 ini merupakan perintis perubahan bagi kaum wanita. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpikiran maju dan sosoknya cekatan, lincah, pintar, suka belajar dan haus akan ilmu pengetahuan. Usia 12 tahun, setelah tamat sekolah dasar, Kartini menjalani masa pingitan. Hidupnya berubah, ia kesepian dan tidak boleh melanjutkan pendidikan. Hidupnya ibarat burung dalam sangkar emas.


Keluarganya yang memegang teguh adat lama, tidak menyetujui keinginan Kartini yang menghendaki perubahan. Kartini hanya bisa mencurahkan cita-cita perjuangannya dalam bentuk surat. Ia rajin menulis surat kepada temantemannya di Belanda. Isinya mengandung cita-cita yang luhur, terutama untuk mengangkat derajat wanita Indonesia. Berkat surat-surat ini, tahun 1903 didirikan Sekolah Kartini Pertama di Semarang. Dan di usia 25 tahun, R.A Kartini akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.


Di usia yang belia dia sudah menamatkan buku Max Havelaar, hobinya adalah membaca koran terbitan Belanda dari Semarang - De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga membaca leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan), mengkaji Al Quran dan tafsirnya. Bahkan ia adalah orang yang tidak mau hanya belajar membaca Al Quran saja, tapi dia ingin mengkaji tafsirnya, sampai dia mempelajari AlQuran pada surat Al Baqorah 286 yang diantaranya berbunyi “ Waladhdhulumati ilannur “ yang artinya adalah “ Dari Gelap menuju Terang”, dan kemudian kalimat tersebut menjadi judul kumpulan surat surat beliau pada temannya di Belanda yaitu “ Habis Gelap Terbitlah Terang”. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, selain buku dengan judul Max Havelaar , dia juga menbaca Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. Sudah dapat ditebak betapa cerdasnya Kartini.


Dari sekilas perjalanan Kartini, maka patutlah kita meneladani semangatnya untuk menginspirasi kita dan para wanita di sekitar kita menjadi wanita yang cerdas, yang bermartabat dan yang berdedikasi untuk bangsa dan agama. Kita semua tahu bahwa lahirnya seorang pemimpin besar di dunia ini pasti didampingi oleh dua orang wanita hebat. Yaitu ibu dan istrinya. Merekalah yang berjasa untuk membantu suami, anaknya meraih kebesaran, doanya, pengorbanannya adalah prestasi terbaik untuk mendukung munculnya orang-orang besar. Nabi Muhammad pun menjadi lebih kuat ketika didukung oleh Khadijah. Dialah orang yang paling setia, pengorbanannya paling banyak di saat saat awal dakwah sirriyah. Khadijahlah yang pertama kali mengakui kerasulan Muhammad dan menenangkan beliau ketika turunnya wahyu yang pertama.


Maka pantaslah kita wahai para wanita untuk tetap berkontribusi dalam bidang apapun yang mampu kita lakukan. Pantang kita menjadi wanita yang apatis dalam pergulatan hidup yang semakin semrawut. Anak anak bangsa adalah anak-anak kita juga. Sedikit kontribusi dari kita dapat membuat perubahan besar untuk bangsa ini.


Mungkin kita perlu menuliskan wanita-wanita hebat pada saat ini supaya menjadi inspirasi untuk kita semua. Salah satu contohnya adalah Sri Mulyani. Beliau termasuk wanita yang berpengaruh nomer dua di Indonesia saat menjabat sebagai mentri perekonomian. Luar biasa cerdasnya dia. Selain yang berkiprah dalam pemerintahan, banyak pula wanita yang tidak mempunyai karier formal dalam jabatan struktural pemerintahan atau perusahaan, tapi masih dapat berkarya. Sebut saja Dita Indah Sari, seorang aktivis buruh yang telah bolak balik masuk penjara untuk memperjuangkan hak buruh, atau Ibu Hj Andi Rabiah alias Suster Apung. Ia seorang perawat yang mendedikasi hidupnya untuk membantu sesama di daerah kepulauan Sulawesi dan Flores. Ibu Andi Rabiah adalah sosok luar biasa yang bekerja sebagai perawat, ia memiliki prinsip yang luar biasa yaitu bekerja sebagai pelayanan dan tanggung jawab kepada masyarakat. Ia memandang bahwa masyarakat di kepulauan Sulawesi juga saudara kita dan rakyat Indonesia yang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Seperti yang ia katakan suatu waktu “Tidak ada yang boleh meninggal karena melahirkan dan tidak ada pula yang boleh meninggal karena diare”. Sebuah sikap yang terus diperjuangkan sekuat tenaga meskipun harus mengarungi lautan yang sering kali tidak ramah. Walaupun hasil gaji yang diterima tidaklah besar dan tidak ada jaminan asuransi, namun Ia tetap mengabdikan dirinya untuk membantu pasien yang membutuhkan jasanya.


Kita juga perlu mengenal Ibu Neno Warisman, seorang pendakwah dan perancang busana. Dia bukanlah seorang wanita karier, dia hanya seorang ibu rumah tangga yang mempunyai kiprah luar biasa. Dari sekian contoh tersebut, maka kita patut untuk mengambil pelajaran hidup wanita wanita yang menginspirasi. Jadi tak perlu menunggu kita berkarir sebagai apa dulu sebelum kita berkiprah. Lakukanlah apa saja yang dapat membuat diri kita menjadi wanita yang lebih punya dedikasi, baik di sektor domestik maupun di luar rumah selagi kita bisa. Di dalam rumah tangga, kita mempunyai kewajiban untuk mengurus rumah dan membesarkan anak anak menjadi anak yang cerdas, berakhlak dan bermartabat. Apa jadinya jika seorang wanita dapat membesarkan anak anaknya menjadi anak yang mandiri? Pasti Indonesia akan maju. Tidak akan ada lagi anak anak yang berkeliaran di jalanan, berbuat anarkis seperti tawuran dan sebagainya. Di dalam kehidupan masyarakat, kiprah seorang wanita adalah memberi tauladan tentang rumah tangga yang harmonis, memberi pelajaran keterampilan untuk sesama atau juga dapat menjadi solusi pemasalahan permasalahan masyarakat. Dlam kehidupan sosial yang lebih tinggi lagi, wanita bisa berkiprah dalam bidang yang ia tekuni misalkan menjadi wanita ynag menginspirsai perbaikan lingkungan, menjadi aktivis pendidikan, dan lain sebagainya. Seorang wanita yang tangguh, cakap, tegas, ulet yang selalu hadir untuk membantu sesama tanpa meninggalkan tugas pokok yang utama yaitu menjadi wanita dan ibu dari anak anak yang cerdas.

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Jangan berhenti untuk meningkatkan kapasitas diri sepanjang kita masih mampu untuk banyak berbuat dan menginspirasi kebaikan karena ” lifes of a woman begun at their youth and keeps burning even when their 40”



Wanita……..Mari berkiprah…………….

Senin, 11 April 2011 0 komentar By: ArtiHapsari

DEGRADASI MAKNA JILBAB

Senang rasanya setiap hari melihat semakin banyak wanita muslimah yang berjilbab, berarti kesadaran para muslimah untuk menunaikan perintah Alloh semakin banyak. Tapi di sisi lain juga merasa trenyuh melihat semakin banyak muslimah berjilbab yang berperilaku tidak sebagaimana mestinya. Berarti pekerjaan rumah kita semakin bertambah, sesudah menyadarkan para muslimah untuk berhijab, kemudian dilanjutkan untuk melakukan penjagaan kepada mereka supaya tidak kembali pada kebiasaan jahiliah.

Pernah suatu hari saya dan teman-teman berjalan jalan ke mall di daerah Sukajadi Bandung. Kami berhenti sejenak di foodcourt untuk membeli minum, tapi ketika saya mau duduk, saya mendengar seorang wanita berjilbab sedang merokok dan mengatakan “ saya ga bisa puasa, hari pertama aja udah ga kuat”, kemudian kalimat itu ditertawakan oleh teman-temannya..Miris saya mendengarnya. Pernah juga mendengar cerita dari seorang kawan yang doyan melihat video asusila, dia mengatakan “Yang main, ceweknya masih pake jilbab lo…”dengan nada mencemooh kaum jilbaber, kata-katanya menusuk ulu hati. Tapi yang tak kalah malu ketika kemarin seorang teman saya yang beragama nonmuslim menunjukkan pada saya seorang wanita berjilbab yang merokok di sebuah pujasera, serasa hati tercabik-cabik. Malu. Hati kecil saya mengatakan “Kemana saja bu?sibuk?”

Dan juga sering kita lihat saudara, teman, dan tetangga kita yang sebenarnya berjilbab tapi jika hanya keluar rumah saja, sedangkan di dalam rumah meski ada nonmahrom, banyak yang tidak berhijab dengan alasan ribet. Atau juga mereka yang menemui tukang sayur ato tukang sampah hanya memakai daster padahal ia berhijab. Itu pernah ditanyakan seorang kawan kepada saya, dan saya hanya menjawab “meraka belum tahu, kita doakan saja” dengan tetap senyum dan tetap huznudzon.

Inilah realita kehidupan, ketika jilbab sudah tidak lagi dimaknai sebagai sebuah jati diri. Ia hanya sebuah simbol agama, bahkan banyak pengamat sosiolog mengatakan bahwa jilbab sekarang adalah budaya. Saya teringat cerita-cerita para muslimah yang berjilbab jaman era 80-an yang saat itu hanya bisa dihitung dengan jari. Mereka sangat kuat tekadnya untuk berhijab meskipun dilarang oleh orang tua. Tak sedikit di antara mereka yang memakai jilbabnya di tengah jalan selepas keluar dari rumah. Bahkan ada orang tua yang menarik jilbab anaknya di sekolah, sampai-sampai si anak menangis tersedu sedu dan mengambil taplak meja untuk menutupi kepalanya. Bahkan ketika saya mengambil keputusan untuk berhijab pun harus berdiskusi panjang dengan orang tua. Kebanyakan para orang tua tidak mengijinkan anak-anaknya karena alasan yang klise; takut tidak ada jodoh yang mendekat sampai alasan susah mencari pekerjaan. Tapi lambat laun prasangka-prasangka seperti itu sudah tidak lagi muncul, karena jaman sudah berubah, pekerjaan tidak lagi diukur dari penampilan, bahkan kebanyakan lelaki jaman sekarang justru mencari wanita yang berjilbab untuk diperistri. Dan sudah selayaknya kita beri penghormatan kepada para pendahulu kita yang telah memperjuangkan jilbab sehingga kita pada masa sekarang tidak lagi harus ketakutan ketika berjilbab seperti halnya saudara saudara kita di Eropa sekarang.

Namun juga perlu disadari, bahwa kemudahan itu bukan saja menjadi mudah dalam bermasyarakat, Kaum jilbaber mempunyai konsekuensi moral yang tinggai bahkan cenderung dianggap sebagai manusia yang antisalah. Tidak lucu jika seorang jilbaber itu merokok, pergi ke klab malam, berbuat mesum dengan lawan jenis yang bukan mahrom, bahkan melacur. Satu dua oknum bisa langsung menjatuhkan kredibilitas kaum jilbaber secara keseluruhan. Jadi tugas kita wahai para kaum jilbaber, kita harus menyadari betul bahwa ketika kita sudah memutuskan untuk mengambil hidayah Alloh untuk menutup aurat, maka sudut pandang kita bukan lagi “saya” secara individu, karena setiap perilaku yang kita lakukan akan membawa nama seluruh jilbaber. Maka tetaplah berhati-hati dengan perilaku kita.

Beberapa kawan ada juga yang mengatakan “Sebaiknya dijilbabi dahulu hatinya, baru perilakunya”..menurut saya, itu adalah statemen yang keliru. Karena sampai kapanpun manusia itu tidak akan pernah sempurna, karena manusia bukanlah malaikat. Hidup adalah proses pembelajaran, dimana ada case dalam hidup, di situlah manusia bisa salah, dan dari situlah manusia bisa belajar dan dewasa. Berjilbab itu proses, bukan kita menunggu sampai benar benar menjadi manusia yang bersih, karena berjilbab itu adalah sebuah upaya penjagaan dan jalan penyucian diri. Setiap manusia dihukumi sesuai dengan dosa-dosanya. Ketika ada seorang jilbaber yang berzina, maka dia dihukumi secara terpisah, karena zina dia berdosa, tidak ada kaitannya dengan jilbab. Bagi wanita yang tidak berhijab tapi perilakunya baik, maka dosanya dikenakan pada aspek tidak berhijabnya, dan tidak ada kaitannya dengan akhlaknya. Semua dihukumi secara adil proporsional.

Bahkan seorang wanita yang sudah menikah kemudian dia berzina, lalu kemudian dia mendapat hukuman rajam, maka hukuman rajam itu hanya untuk menghapus dosa zinanya di hadapan manusia, dan tidak menghapus dosanya di hadapan Alloh dan tidak menghapus pula dosa yang lain,misal tidak sholat, tidak puasa, ataupun durhaka pada orang tua, kecuali dia bertaubat.

Saya berusaha memberi sugesti posistif pada semua wanita muslimah bahwa berjilbab itu MUDAH. Dimana ada kemauan, pasti Alloh akan memberikan jalanNya. Ketika kita ingin menjauhi perilaku yang tidak baik, pasti Alloh akan memudahkan langkah Kita. Jangan berfikir buruk / paranoid terhadap konsekuensi berjilbab itu sendiri, karena itu justru akan membuat pikiran negarif dan ketakutan ketakutan yang menghantui.

Yakinlah para wanita muslimah, apapun kebaikan yang kita lakukan bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi orang lain, dan jadilah wanita itu…
Rabu, 06 April 2011 0 komentar By: ArtiHapsari

Muslimah Lemper

Saya mengenal istilah Lemper semasa kuliah. Lemper itu singkatan dari Lembut dan Perkasa. Lembut sebagaimana seharusnya wanita, berperangai indah dan tidak beringasan, tapi juga perkasa yang maknanya tidak manja, tidak lembek, dan tidak mendayu-dayu dalam perasaannya. Sebenarnya kedua kata tersebut bukanlah kata yang kontradiktiv, karena memang seyogyanya kedua kata tersebut dipasangkan dengan kata sambung “ dan” bukan “tapi”. Di dalam aktivitas kampus, seorang muslimah (dibaca akhwat) terkenal dengan sosok yang tahan banting . Tugas yang menumpuk, belum lagi praktek kuliah yang dipenuhi dengan tugas yang memerlukan tenaga dan keringat, ditambah lagi setumpuk tugas dakwah yang diembannya, menjadikan kebanyakan para akhwat menjadi manusia tangguh, dan siapapun yang telah terbukti tangguh, mereka berhak menyandang predikat Akhwat Lemper….


Jika kita menengok sosok bunda Khadijah, atau Aisyah ataupun sosok shohabiyah lainnya, maka sosok muslimah jaman sekarang masih jauh sekali dari sosok yang ideal. Bagaimana sosok khodijah yang bersahaja, keibuan, tegar, sosok pemimpin, kuat dalam agama masih jauh dari sosok kita sekarang. Bahkan Siti Aisyah yang terkenal dengan sebutan “Khumaera” alias kemerah merahan dan lembut itu ternyata juga pernah memimpin peperangan.


Muslimah jaman sekarang jika terkena panas atau hujan sedikit saja langsung heboh. Bagaimana mereka bisa disebut tangguh? Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa seorang muslimah yang reaktif kertika terkena panas atau gerimis kemudian langsung dijudge sebagai wanita yang manja. Tapi dari yang sedikit itu bisa kita kiaskan bahwa bagaimana seorang muslimah mampu menerjang hujan ketika panggilan dakwah itu datang, bagaimana seorang muslimah dapat tegar ketika banyaknya ujian yang melanda, bagaimana seorang muslimah itu mampu berdiri ketika kakinya berdarah? Bagaimana seorang musliman mampu menghapus tangis dalam kekecewaanya?


Muslimah bukanlah wonder women yang super dalam segalanya. Namun saya lebih sepakat jika muslimah berupaya selalu dapat belajar melakukan segalanya. Membuat kelebihan yang dimiliki menjadikan potensi untuk tetap tangguh, dan meminimalkan kelemahan karena sudut pandangnya adalah bagaimana memaksimalkan potensi.


Barangkali stereotip seorang muslimah sekarang selalu disamakan dengan para artis protagonist sinetron yang selalu berada pada posisi yang lemah, selalu menangis dan menjadi korban penindasan. Pada dasarnya memang sinetron itu membodohkan kita.


Dalam kehidupan sehari hari kita, di sekeliling kita, sudah menstandarkan pekerjaan itu sesuai dengan gendernya. Mengantar teman, membetulkan perkakas rumah, mengangkat barang barang besar adalah pekerjaan lelaki, padahal sebenarnya semua bisa disiasati sebelum kita benar-benar menyatakan tidak mampu. Dengan stigma yang seperti itu, cenderung menjadikan muslimah menjadi wanita yang manja dengan alasan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah dan penuh perasaan.


Alloh menganugerahi perasaan peka seorang wanita jauh lebih besar prosestasenya dari pria dibandingkan akal dan tenaga, tapi itu juga bukan alibi kita menjadi wanita yang menunggu pertolongan seorang lelaki ketika kita dalam kesusahan. Kita perlu melihat dari kawan-kawan kita yang feminis, tapi bukan untuk meneladaninya, hanya mengambil sisi perbedaan saja di tengah isu gender yang sampai sekarang terus menggema.


Kaum feminis adalah orang – orang yang mengajak wanita untuk menghilangkan penggunaan istilah perasaan dalam bertindak. Karena bagi kaum feminis, jika seorang wanita terlalu mengedepankan perasaan, maka wanita akan selalu menjadi budak di bawah ketiak laki-laki, yang hanya bisa meminta pertolongan dan belai kasih sayang dari laki-laki. Alloh menganugerahkan seorang wanita mempunyai persaan yang jauh lebih peka bukan tanpa sebab, karena wanita diilhami untuk menyayangi anak anak mereka dan berkasih sayang dengan kepekaan yang tinggi dengan sesama manausia. Tapi kita harus menggunakan kelebihan itu pada porsi yang proporsional, bukan untuk diletup-letupkan apalagi dihilangkan. Kita bisa menggunakan kelebihan tersebut sebagai kekuatan kita sebagai seorang muslimah, seperti pada posisi negosiasi, mengurus anak sembari berkarya, melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu, menjadi wanita yang fokus dalam satu hal tapi dapat melakukan beberapa hal yang lainnya tanpa terbengkalai, tekun dalam bekerja dan berumah tangga, dll


Akhwat fillah, dunia islam membutuhkan tenaga kita, banyak hal yang masih menjadi PR besar kaum muslim. Setiap hari kita baca, kita dengar di media, masalah ekonomi, politik, kebangsaan, koruspi, moral, akhlak dan banyak lagi. Akankah kita apatis dengan semua masalah di negeri ini? Bisakah kita tidur sedangkan di luar sana banyak orang yang membutuhkan tenaga kita? Akankah kita bisa berlibur dengan tenang di hari sabtu dan minggu padahal di luar sana banyak orang-orang yang membutuhkan ilmu kita? Apakah kita bisa bemanja manja karena alasan lelah?


Hanya muslimah tangguh dan berhati lembut saja yang mampu bertahan. Tidak ada kata lain selain kita memang harus menjadi sosok muslimah yang tahan banting. Menjadi muslimah yang lembut dan perkasa.

Mari belajar………….