Jumat, 24 September 2010 By: ArtiHapsari

Layakkah kita dicintai??

Hari itu terlihat banyak orang yang menangisi kepergian kami. Aku sendiri tidak tahu mengapa mereka menangis tersedu-sedu, tapi kami pun juga tak kuasa membendung kesedihan. Anak anak yang kami bimbing juga tak kalah histerisnya. Maret, 2007, Desa Depok, Kab Purwodadi hari itu membuat kami sangat terharu. 40 hari KKN (Kuliah Kerja Nyata) telah menghadirkan cinta di antara kami. Tapi kemudian aku bertanya, apakah kami layak untuk dicintai?? Dan pertanyaan itu selalu hadir di setiap momentum…

Layak dicintai adalah lambang keberartian. Cinta tidak dipersembahkan untuk jiwa yang hampa, tapi cinta itu dipersembahkan untuk jiwa yang bermakna, untuk karya-karya yang mensejarah. Hanya jika kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, maka kita layak dicintai. Hidup tak akan memberi ruang untuk orang-orang yang kikir, individualis, tak bermanfaat. Yang hanya pandai menjilat, mengkhianati, menyakiti. Hanya bila kita menjadi manusia yang berarti, bermanfaat, berdedikasi, maka kita layak untuk dicintai.


Kelayakan dicintai adalah definisi dari kapasitas diri. Kapasitas diri yang diukur dari sejauh mana kita memiliki manfaat yang tercermin dalam amal, peran dan karya-karya yang nyata. Bukan status, jabatan, gelar maupun simbol-simbol yang terkadang menjadi kedok harga diri manusia.

Gelar akademis, maupun jabatan bukanlah cerminan dari banyaknya ilmu dan harga kelayakan cinta. Ilmu itu bukan diukur dari banyaknya buku yang kita baca, bukan dari tumpukan naskah yang kita hasilkan, bukan dari berbusa-busanya mulut dalam diskusi, tapi ilmu diukur dari amal yang keluar dari setiap desah nafas kita. Maka itulah yang menjadikan hidup kita berharga, bukan gelar dan kepangkatan kita. Dan amal yang manfaat itulah yang menjadikan kita layak untuk dicintai.

Value dari kelayakan kita untuk dicintai adalah pesan sosial yang menegaskan bahwa keberadaan kita di kehidupan ini, di pekerjaan, di masyarakat, diukur dari seberapa manfaatnya kita bagi orang lain, seberapa berharganya kita bagi sesama, bagi orang-orang di sekitar kita. Siapa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan ini, tidak membantu sesama, sungguh memang tak layak untuk mendapatkan cinta, dari siapapun.

Pada setiap jengkal aktivitas sosial kita, selalu ada ruang untuk bertanya : “Layakkah aku dicintai?”. Jika kita adalah seorang anak, maka bukan karena status itu semata kita layak dicintai, bukan hanya karena aliran darah orang tua kita yang mengalir dalam darah kita sehingga kita menjadi anak yang layak dicintai. Tapi karena pengorbanan kita sebagai anak kepada keluarga, kebermanfaatan rezeki dan amal kita untuk keluarga, dari doa-doa yang senantiasa terlantun untuk orang tua dan keluarga kita itulah yang menjadikan kita layak untuk dicintai. Begitu juga dengan status seorang istri. Bukan karena karena status keistrian itu semata kemudian menjadikan status istri - layak dicintai. Ada banyak alasan yang dapat diciptakan dengan status keistrian itu. Ketulusan untuk berkorban, menjaga kehormatan suami dan keluarga, bermanfaat bagi orang-orang di rumah : suami, anak-anak dan keluarga yang lainnya itulah yang membuat seorang istri - layak untuk dicintai.

Pada dimensi yang paling inti, kelayakan dicintai adalah kemampuan manusia untuk bisa mengerti apa yang seharusnya dilakukan sebagai HambaNya. Manusia mengerti apa yang dimaui Aloh. “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain”. Itulah keberartian kita sebagai manusia yang dimaui Alloh : Banyak bermanfaat untuk orang lain. Profesi, status dan gelar seyogyanya menjadi sarana untuk menghadirkan kebaikan dan amal. Justru ketika kita menjadi orang dengan status dan profesi yang prestisius, maka kita bisa menjadi manusia yang dapat menghadirkan kebaikan itu - hadir lebih banyak dan memacu kebaikan lainnya juga hadir.

Maka bertanyalah pada hati ini. Dalam hiruk pikuknya pergulatan hidup yang kita jalani. Dalam pekerjaan yang menguras pikiran dan akal kita. Dalam mimpi dan keinginan memiliki keindahan duniawi. Yang terkadang disertai kemalasan dan penurunan iman. Adakah semua itu menghantarkan kita menjadi orang yang layak dicintai??

Sayang dan cintaku untuk saudara-saudaraku, adek-adek ku, dan para guruku selama di Semarang…