Selasa, 28 September 2010 By: ArtiHapsari

Be Productive Person

Ada kalimat yang sering kita dengar : “Pekerjaan Rumah Kita Lebih Banyak dari pada Waktu kita”… Sebenarnya kalimat itu benar, tapi terkadang kita sendiri masih sering bertanya “Aku bingung, mau ngapain”…berarti orang yang masih bingung dengan apa yang harus dilakukan adalah orang yang belum mengerti apa makna waktu dan pekerjaan rumah.

Kita pun sering merasakan waktu itu berjalan sangat cepat, tiba-tiba week-end, tiba-tiba akhir bulan, bahkan tak jarang kita menunggu termenung hanya sekedar menghabiskan waktu. Kita lupa bahwa setiap waktu punya nilai, setiap detik akan dipertanggung jawabkan di yaumil hizab, untuk apakah setiap detik yang kita pergunakan. Sayang sekali jika menjadi manusia yang catatan amalnya sangat sedikit, sangat rugi jika kita menjadi manusia yang sedikit menorehkan stasiun kenangan dalan titipan umur ini.


Maka patutlah kita menengok pada diri kita, sudahkan setiap waktu kita telah dipergunakan dengan sebaik-baik amal?. Istirahatnya seorang mukmin adalah di syurga. Kita harus ingat, bahwa syurga itu mahal harganya, tidak mungkin dibayar dengan amal yang “ecek-ecek”. Hari senin-jum`at telah dipergunakan untuk berkarya di kantor, maka amat sayang jika sabtu-ahad hanya kita pergunakan untuk berhura-hura. Jika kita bisa memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien, maka setiap waktu itu sangat berharga, sayang jika dipergunakan untuk yang sia-sia dan tidak menambah kebaikan dalam diri kita.

Teringat pada banyaknya para aktivis mahasiswa. Mereka sering disebut aktivis 69 : keluar rumah jam 6 pagi pulang jam 9 malam. Bangun pagi sebelum fajar, membangunkan adek-adek kos yang dibinanya untuk menunaikan sholat malam, kemudian sholat subuh berjama`ah, membaca alma`tsurot, dan mereka tidak tidur lagi selepas subuh. Mereka bergegas untuk membereskan kos, belajar untuk persiapan kuliah, dan jam 6 mereka sudah rapat (syuro) sebelum kuliah. Di sela-sela kuliahnya, dia berfikir tentang organisasi yang dipimpinnya, tak jarang menguras uang kuliah sampai harus banyak berpuasa.

Sore hari rapat, malam hari masih mengurus organisasi yang lain, karena tak sedikit aktivis yang memimpin lebih dari satu organisasi. Belum lagi dia harus mengisi taklim dan mentoring kepada adek-adek yang dibinanya, tanpa rasa lelah selama 7 hari mereka melakukan hal tersebut tanpa mengesampingkan tugas utamanya sebagai seorang mahasiswa.

Pulang ke rumah sudah larut tak membuatnya harus mencari kasur kesayangannya. Dia menyapa dulu adek-adek kosnya, menanyakan keadaan dan kegelisahan hari ini, menawarkan bantuan pada mereka. Tidur paling akhir karena tugas kuliah dan organisasinya yang harus dikerjakan. Subhanalloh perkaranya para aktivis itu. Mereka belajar tentang makna kehidupan pada area yang amat idealis di mata mereka. Dan itu pula yang membawa mereka menjadi manusia yang tangguh, dan mampu mandiri dalam kehidupan nyata setelah mereka lulus.

Jika dia sekarang adalah seorang karyawan, maka ritme seorang aktivis juga tidak jauh berbeda seperti halnya ketika mahasiswa. Dia tetap berkarya dan beramal dalam ruang dan dmensi yang berbeda. Dia harus keluar dari zona nyaman, tapi tak jarang banyak yang kesusahan beradaptasi dengan kehidupan nyata, maka tak sedikit para aktivis yang lupa dengan komitmen yang dahulu pernah terpatri.

Sebenarnya jika dia memandang aspek amal, maka hal tersebut tidak terbatas pada dimensi kondusif yang membuatnya nyaman. Jika tidak kondusif maka tidak beramal. Begitulah kira-kira nasib para aktivis. Dengan sebab pekerjaan yang mengharuskan professional membuatnya lupa bahwa tugas dan bebannya jauh lebih berat dari orang kebanyakan. Jika semua orang sudah lelah, maka dia tetap bergerak. Jika semua orang sudah tidur dalam penatnya, maka dia masih terbangun untuk berfikir dan bermunajat. Jika semua orang mempunyai waktu untuk menyegarkan dirinya dari penat pekerjaan, maka dia merasa waktu sangat kurang karena pekerjaan rumah yang masih banyak.

Dia sadar bahwa waktunya amat berharga, waktunya dapat membawanya menjadi manusia yang dicintaiNya, waktunya bisa membawanya menjadi manusia yang lebih baik.

Maka, dia memilih menjadi manusia yang produktiv, yang memberi manfaat pada banyak orang, yang terus menerus belajar tentang kebaikan. Mari mulai merancang stasiun kenangan, sehingga setiap waktu adalah momentum yang tak terlupakan.

*Nasehat buat diri sendiri……………
“Semoga lebih dapat menjadi pribadi yang produktiv…”

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar anda, inspirasiku...