Senin, 18 Oktober 2010 By: ArtiHapsari

Perjalanan Doa Menuju Langit

Ketika kita terhimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan, sesungguhnya yang dapat membuat kita bertahan adalah harapan kita. Dan sebaliknya, yang akan membuat kita kalah atau bahkan mematikan daya dan energi hidup kita adalah saat dimana kita kehilangan harapan. Maka, ketika kita berdoa kepada Alloh, sesungguhnya kita sedang mendekati sumber kekuatan dan apa yang segera terbangun dalam jiwa kita adalah HARAPAN. Harapan itulah yang kelak akan membangunkan KEMAUAN yang tertidur dalam diri kita. Jika kemauan kita menguat menjadi sebuah TEKAD, maka itulah saatnya kita melihat gelombang tenaga jiwa yang dahsyat. Gelombang yang akan memberi kita daya dan energi kehidupan serta menggerakan segenap raga untuk bertindak. Dan apa yang kita butuhkan saat itu hanyalah mempertemukan kehendak kita dan Alloh melalui doa dan tawakkal.

Kita bisa menelaah kisah nabi Yunus AS ketika ia tertelan dan terhimpit dalam perut ikan paus. Ia mengira bahwa dengan lari dari kesempitan hidup maka dapat menghindari kesempitan itu sendiri. Tapi ternyata tidak, justru ia tetap harus menemui kesempitan dalam kesempitan yang lain yaitu tertelan ikan.
Dari manakah ia mengharapkan cahaya hanya sekedar untuk menerangi gelap? Dari manakah ia dapat menemukan kembali harapan hidupnya? Sesungguhnya gelap, kesedihan, kegundahan dan keputusasaan di dalam jiwanya jauh lebih gelap dari gelap yang menyelimutinya. Maka iapun sadar, doalah yang dapat menghadirkan pertolongan Alloh dan doa itulah yang kita kenal sekarang : Laaillaahailla anta subhanaka inni kuntu minadzdzoolimiiinn (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah hamba yang suka berbuat dzolim)

Doa merupakan kata-kata yang baik. Ketika kita mengucapkannya, sesungguhnya kita telah melepaskannya dari mulut kita agar ia berjalan menuju langit. Maka penyangga doa menuju langit adalah amal sholeh kita. Rosul mengajarkan kita untuk senantiasa mengiringi doa dengan amal sholeh seperti bersodaqoh dan amal kebaikan yang lain.

Tiap kata dalam doa adalah surat dari sang jiwa kepada Robbnya. Sebagaimana sebuah pesan, ketika kita berharap surat tersebut sampai pada Alloh,maka kita harus menulisnya di saat jiwa benar-benar dalam keadaan sujud pada Alloh dengan penuh kepasrahan dan optimis. Rosul pun berderai air mata dan merengek kepada Alloh dalam kepasrahan jiwa ketika meminta kemenangan dalam perang Badar. Maka jiwa yang pasrah merupakan washilah penyangga doa kita menuju langit.

Selain jiwa yang sujud, raga kita juga harus turut menyertainya sebagai ekspresi ketundukan. Apa yang dilakukan oleh jiwa saat ia sujud dan berpasrah, maka ia harus diekspresikan dalam wacana raga. Rasulullah menganjurkan kita untuk bersuci sebelum berdoa, menghadap kiblat saat berdoa, menengadahkan tangan dan santun dalam berdoa. Itulah ekspresi raga dalam mensupport jiwa menjadi penyangga doa.

Yakin dan optimislah bahwa setiap lantunan doa kita berjalan menuju langit dan selalu sampai padaNya. Dan yakinlah bahwa Alloh mengetahui apa yang terbaik untuk kita dibanding kita sendiri. Maka setelah kita berdoa, kita serahkan eksekusinya pada Sang Pembuat Kehidupan, tidak perlu mendikte Alloh apa-apa saja yang seharusnya diberikan Alloh pada kita. Yakinlah bahwa perjalanan doa kita akan diijabah DENGAN CARANYA….

1 komentar:

Anonim mengatakan...

siippppp

Posting Komentar

Komentar anda, inspirasiku...